kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Perhutani garap serius tanaman biomassa


Selasa, 09 Juli 2019 / 18:54 WIB
Perhutani garap serius tanaman biomassa


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebutuhan energi dunia semakin meningkat seiring pertambahan penduduk dunia. Saat ini pemenuhan kebutuhan energi dunia masih mengandalkan bahan bakar fosil yang tidak renewable dan cenderung tidak ramah lingkungan.

Berdasarkan data British Petroleum Outlook 2019, global energy demand pada tahun 2020 kurang lebih mencapai 14 million toe, yang berasal dari energi fossil (oil, gas, coal) dan nuklir sebesar 85 % sedangkan yang berasal renewable energi sebesar 15 %.

Kondisi tersebut memicu bertumbuhnya pengembangan dan penggunaan energi alternatif yang terbarukan dan ramah lingkungan.

Kebijakan Renewable Portfolio Standard (RPS) di Korea mengharuskan produsen listrik (dengan kapasitas minimal 500 MW) untuk mensuplai jumlah tertentu dari total energi yang dihasilkan berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT). Pada awal 2012 ditargetkan komposisi EBT sebanyak 2% dan akan terus meningkat mencapai 10% pada tahun 2022.

Sesuai dengan visi dan misi Perhutani, dengan pengembangan portofolio baru biomassa ini Perhutani dapat menyasar 3 sasaran sekaligus, meliputi aspek planet, profit dan people.

Dari aspek planet, penanaman tanaman biomassa akan dikembangkan pada lahan-lahan yang kurang atau tidak produktif, sehingga akan meningkatkan dan mempercepat tutupan lahan yang diharapkan akan berdampak perbaikan lingkungan.

Dalam waktu 5 tahun diharapkan klaster tanaman biomassa dapat terbangun sesuai rencana, yaitu 122.882 Ha. Dengan perluasan tutupan lahan ini makan meningkatkan penyerapan CO2 oleh tanaman dan di sisi lain dengan semakin meningkatnya penggunaan wood pellet sebagai substitusi batu bara maka akan menurunkan emisi CO2.

"Total lahan tahun ini 20ribu ha, setiap tahun tambah terus sampai di angka 120ribu ha tadi. jadi sampai 5 tahun ke depan akan menghasilkan 2 juta wood pellet atau 3,5 juta ton green biomasa," ujar Citasari anggota program management unit pengembangan tanaman biomassa Perhutani di Jakarta, Selasa (9/7)

Dari aspek profit, tanaman biomassa termasuk produk kehutanan yang quick yield, bisa dipanen dalam waktu dua tahun dan dipelihara trubusannya dan selanjutnya trubusan tersebut dapat dipanen setiap 2 (dua) tahun sekali. Pada tahun 2019 sudah dapat mulai dipanen tanaman biomassa uji coba penanaman pada tahun 2013 di KPH Semarang.

Sedangkan dari hasil penanaman, direncanakan pada tahun 2025 dapat memproduksi green biomass 3 juta ton sebagai bahan baku wood pellet.

Produksi wood pellet pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 2 juta Ton. Sehingga pada tahun 2025 diharapkan akan tercipta tambahan pendapatan dari bisnis wood pellet sebesar Rp 3,5 triliun.

"Untuk biaya tanam sekitar Rp 6,5 juta per hektare, kemudian kalau untuk 120ribu hektare jadi sekitar Rp 800 miliar. Bibitnya itu termasuk di situ, nanti digabung biaya pemanenan juga," lanjutnya.

Sehubungan dengan permintaan internasional yang tinggi, diasumsikan produksi wood pellet Perhutani Group akan berorientasi pada ekspor sehingga diharapkan dapat meningkatkan devisa negara.

Pada tahun 2021 diharapkan sudah bisa menghasilkan devisa  US$ 43 juta dan terus meningkat, pada tahun 2025 dapat menghasilkan devisa sebanyak US$ 247 juta.

Dari aspek people, dengan sistem agroforestri, desain pola tanam menggabungkan antara tanaman biomassa dan tanaman pertanian akan memberikan akses kepada masyarakat sekitar hutan untuk bercocok tanam tanaman pertanian, misal jagung, kacang tanah, dengan prinsip berbagi peran dan berbagi hasil dari produksi tanaman biomassa dan tanaman pertanian.

Komposisi luas untuk tanaman biomassa adalah 70% sedangkan luas untuk tanaman pertanian masyarakat adalah 30% dari total luas penanaman.

Penyediaan lahan pertanian melalui pola tanam agroforesteri akan mencapai 6.000 Ha pada tahun 2019 dan menjadi 36.000 Ha pada tahun 2023. Dengan luasan tersebut, diperkirakan, diharapkan petani akan menikmati produksi hasil pertanian senilai Rp 4,7 triliun pada tahun 2024.

Pengembangan tanaman biomassa juga akan menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar hutan dalam kegiatan pembuatan persemaian, tanaman, pemeliharaan, dan pemanenan, diperkirakan nilai nya akan mencapai Rp 940 miliar pada tahun 2025.

Di samping itu, tanaman biomassa juga dapat menghasilkan hijauan makanan ternak, sumber pakan lebah madu sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan.

Perhutani juga akan memberikan bagi hasil produksi atas partisipasi petani dan Lembaga Masyarakat Desa Huta (LMDH) dalam pengelolaan tanaman biomassa, kurang lebih senilai Rp 102 miliar pada tahun 2025.

Dengan berbagai manfaat tersebut pendapatan petani hutan yang bergabung dalam agroforestri biomassa dapat mencapai Rp 2,7 per bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×