Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
Ketua Komite Tetap Minerba Kadin Indonesia, Arya Rizqi Darsono menyatakan, sumber daya dan cadangan nikel Indonesia memang besar, tetapi jumlah yang diproduksi dan dipasok tidak sesuai dengan kebutuhan smelter.
“Penyerapan hasil dari hilirisasi bahan tambang juga memerlukan roadmap yang jelas dan terukur termasuk tata kelola yang mengatur dari sisi hulu sampai dengan hilir,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif menyebut Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sudah menyusun peta jalan nikel.
“Kami susun grand strategy sektor minerba. Ini semuanya ada di minerba, jadi roadmap-nya sudah ada semua untuk komoditas penting," ujarnya dalam acara workshop Peningkatan Kapasitas Media Sektor Minerba bertema "Creating Good News for a Better Minerals Sector" di Jakarta, pada 8 Maret 2023 silam.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan sebagai aspek utama dalam produksi kendaraan listrik, jalur panjang produksi baterai EV dari bijih limonite atau kadar rendah memerlukan dukungan terintegrasi dari berbagai sektor industri terkait.
“Kemenperin terus mendukung dan memfasilitasi kebutuhan pelaku usaha industri di dalam negeri yang berkontribusi terhadap keberhasilan program hilirisasi,” ujarnya Rabu (13/9).
Baca Juga: Berkah Komoditas Berakhir! Indonesia Masuki Periode Perlambatan Ekonomi
Untuk menanggulangi persoalan tata kelola nikel saat ini, Ketua Harian Forum MSG/Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam Kementerian ESDM, Sampe L Purba menyatakan perlunya transparansi data industri ekstraktif (salah satunya nikel) untuk menyusun perencanaan transisi energi.
“Dengan adanya data dan informasi tersebut, stakeholder dapat melakukan analisa, mengukur dampak dan manfaat transisi energi dari sisi sosial dan ekonomi yang mungkin ditimbulkan,” ujarnya di dalam dalam Dialog EITI Indonesia Tata Kelola Migas & Tambang “Sejauh Mana Standar Transparansi EITI telah Berjalan & Mampukah EITI Mendukung Upaya Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia?” pada Rabu (8/4).
Transparansi data industri ekstraktif akan membantu dan mendukung pelaku industri, pemerintah daerah dan masyarakat, serta akademisi untuk mengambil posisi, keputusan, dan implementasi skema transisi apa yang lebih sesuai, baik di tingkat lokal dan nasional.
Sekretariat Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) International Emanuel Bria menjelaskan transisi energi akan berdampak pada meningkatnya permintaan mineral kritis seperti nikel dan prioritas pada energi baru terbarukan.
Menurutnya adanya keterbukaan data industri ekstraktif dalam konteks transisi energi akan berkontribusi pada membantu stakeholder dapat memproyeksi penerimaan daerah atau negara dan potensi ekspor dan impor.
“Mengurangi risiko korupsi dalam perizinan dan kontrak, meningkatkan pemahaman kontribusi perusahaan ekstraktif pada aspek sosial dan lingkungan,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News