kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.901.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Permintaan Smelter Nikel Menurun, Prospek Batubara Indonesia Suram


Kamis, 31 Juli 2025 / 04:55 WIB
Permintaan Smelter Nikel Menurun, Prospek Batubara Indonesia Suram
ILUSTRASI. Produsen batubara Indonesia tengah menghadapi tekanan ganda: penurunan tajam ekspor dan permintaan domestik dari sektor smelter nikel yang mulai mencapai puncaknya.


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

Tekanan untuk Perusahaan

Namun, kombinasi ekspor yang lebih rendah dan melambatnya permintaan dari PLTU captive menekan para produsen batubara.

Di saat yang sama, mereka juga menghadapi kenaikan biaya pemerintah dan harga bahan bakar.

Margin keuntungan Bayan, salah satu penambang terbesar, telah menurun selama tiga tahun berturut-turut.

Sementara margin kuartal pertama Bukit Asam turun ke bawah rata-rata tahunan sejak 2010, menurut data LSEG. Hal ini disebabkan oleh naiknya pembayaran royalti dan biaya operasional.

Baca Juga: Permintaan Global Melemah, Ekspor Batubara Indonesia Tertekan hingga 2026

Saham lima produsen batubara terbesar Indonesia berdasarkan volume produksi turun antara 1% hingga 18% sepanjang tahun ini, jauh tertinggal dari indeks pasar saham yang tumbuh hampir 7%.

Saham Adaro turun 18%, sementara Golden Energy Mines dan Bukit Asam masing-masing kehilangan lebih dari 10% nilai sejak awal tahun.

Perusahaan-perusahaan tersebut tidak merespons permintaan komentar dari Reuters.

Pada April lalu, pemerintah Indonesia mengumumkan tarif royalti baru untuk batubara, nikel, dan mineral lain guna mendukung rencana belanja besar Presiden Prabowo.

Beberapa perusahaan besar menikmati penurunan tarif efektif, namun lainnya harus menghadapi kenaikan hingga 1 poin persentase.

Pada 2024, royalti menyumbang 16% dari struktur biaya rata-rata produsen batubara, tertinggi di antara semua komoditas utama Indonesia, menurut lembaga riset Energy Shift Institute yang berbasis di Australia.

Jakarta juga mempertimbangkan pungutan ekspor batubara pada level harga tertentu untuk menambah penerimaan negara, meski saat ini para produsen sudah terbebani oleh kenaikan biaya bahan bakar akibat pencabutan subsidi biodiesel.

Baca Juga: Kementerian ESDM Sebut Cadangan Batubara Indonesia Tembus 31,9 Miliar Ton

Beberapa perusahaan mencoba bertahan dengan diversifikasi, namun analis menilai prosesnya masih berjalan lambat.

Bukit Asam misalnya, pada Mei mengumumkan rencana investasi US$3,1 miliar untuk membangun pabrik pengolahan batubara menjadi gas alam sintetis.

"Produsen kini mempertimbangkan opsi hilirisasi, peluang energi terbarukan, atau investasi pada komoditas alternatif," tutup Gupta dari Wood Mackenzie.

Selanjutnya: Bisnis Emas Jadi Kontributor Terbesar Kinerja Pegadaian

Menarik Dibaca: Simak Cepat Jadwal Terkini KRL Jogja Solo pada Kamis 31 Juli 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×