kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pertamina Geothermal (PGEO) Dapat Peringkat Positif Dari Moody's dan Fitch Ratings


Minggu, 23 April 2023 / 18:36 WIB
Pertamina Geothermal (PGEO) Dapat Peringkat Positif Dari Moody's dan Fitch Ratings
ILUSTRASI. Pertamina Geothermal Energy di Ulubelu, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Pertamina Geothermal (PGEO) Dapat Peringkat Positif Dari Moody's dan Fitch Ratings


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua lembaga pemeringkat kredit internasional, Moody’s dan Fitch Ratings, menilai bisnis PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) memiliki proyeksi masa depan yang cemerlang. 

Dalam laporan terbarunya, Moody’s menetapkan peringkat jangka panjang untuk PGEO di level Baa3. Peringkat ini mencerminkan posisi standalone profil kredit perusahaan, yang notabene satu tingkat di bawah PT Pertamina (Persero) sebagai induk usaha, yang berada di level Baa2 stabil.

Sementara Fitch Ratings menetapkan peringkat penerbitan default mata uang asing jangka panjang oleh PGEO sebagai BBB dengan outlook stabil. Peringkat yang sama ini diberikan juga oleh Fitch untuk obligasi hijau (green bond) yang tengah siap diterbitkan oleh PGEO.

Kepercayaan dari dua lembaga pemeringkat kredit internasional ini direspons secara positif oleh manajemen PGEO. Corporate Secretary PGEO Muhammad Baron menyatakan sinyal positif ini menandakan bahwa fundamental bisnis PGEO sangat menjanjikan bagi para investor asing. 

Baca Juga: Dukung Target Net Zero Emission Tahun 2060, Ini Strategi Pertamina

“Penilaian ini menjadi stimulus yang baik terhadap upaya kami yang sedang melakukan strategi green financing buat ekspansi bisnis dalam mengoptimalkan potensi panas bumi yang ada di negeri ini,” kata Baron dalam keterangannya, Minggu (23/4/2023).  

Berdasarkan laporan Moody’s, kepemilikan saham dari Pertamina Group secara tidak langsung hingga 75% terhadap PGEO, dinilai menjadi penyokong yang cukup saat perusahaan berada pada tekanan (times of stress).

Untuk profil kredit mandiri Ba1yang disematkan Moody's kepada PGEO dapat mencerminkan positioning perusahaan di tengah persaingan industri, sebagai salah satu produsen listrik panas bumi independen terkemuka di Indonesia.

 

Dengan posisi arus kas yang stabil, deretan pembangkit yang telah beroperasi, dan didukung oleh perjanjian jual beli listrik (PPA) jangka panjang serta kontrak perjanjian jual beli uap (SSC) dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), menjadi poin penguat tersendiri dalam hal keuangan perusahaan.

"Pemberian peringkat juga memperhitungkan rekam jejak operasi PGEO yang yang relatif stabil, dan didukung oleh faktor beban berbobot kapasitas sebesar 84% sampai 87% sejak 2020 hingga 2022, dibandingkan rata-rata sekitar 85% tingkat bayar yang diterima," tulis Moody's dalam keterangan resminya, Selasa (18/4/2023).

Baca Juga: Diproyeksi Punya Kinerja Cerah, Cermati Rekomendasi Saham Pertamina Geothermal (PGEO)

"Kami berharap leverage keuangan PGEO menjadi tren lebih tinggi selama tiga tahun ke depan, terutama didorong oleh utang tambahan untuk mendanai komitmen pembangunan barunya," lanjut laporan Moody’s lagi.

Sementara itu Fitch Rating memberikan penilaian fundamental bisnis PGEO ini tak lepas dari peringkat dari sang induk usaha, PT Pertamina Power Indonesia (PPI), yang notabene merupakan anak usaha PT Pertamina (Persero) di bidang listrik dan energi baru terbarukan, sehingga juga kerap disebut dengan nama Pertamina New & Renewable Energy (PNRE).

Di lain pihak, Pertamina sendiri sebagai induk usaha memiliki peringkat satu level di atasnya, yaitu BBB/stabil. Sedangkan, Standalone Credit Profile (SCP) PGEO ditetapkan pada level BB, yang mencerminkan kapasitas operasi yang sederhana, konsentrasi aset, visibilitas pendapatan dan profil keuangan yang relatif kuat.

Dalam menetapkan rangkaian peringkat tersebut, Fitch Rating mempertimbangkan positioning PNRE, termasuk juga PGEO di dalamnya, sebagai kendaraan utama bagi Pertamina Group dalam meningkatkan kapasitas energi baru terbarukan (EBT) miliknya menjadi 17%.

Peningkatan kapasitas menjadi salah satu prioritas kinerja Pertamina, seiring dengan target pemerintah untuk mendongkrak pangsa pasar EBT nasional minimal menjadi 23 persen pada 2025 mendatang, dan menuju 30 persen pada 2030.

Guna mengejar target tersebut, PNRE bahkan telah menyiapkan dana belanja modal (Capital Expenditure/Capex) sebesar USD3,7 miliar untuk periode 2023 hingga 2026 mendatang, dengan USD2,1 miliar diantaranya untuk belanja modal PGEO.

Anggaran belanja tersebut ditujukan untuk meningkatkan kapasitas terpasang EBT yang saat ini  masih sebesar 687 megawatt (MW), menjadi 5 gigawatt (GW), termasuk juga over kapasitas surya sebesar 3GW dan 1GW di PGEO, dari yang saat ini masih sebesar 672 MW. 

"Penilaian kami mencerminkan kuatnya potensi pertumbuhan yang dimiliki oleh PPI/PNRE, meski secara kontribusi keuangan kepada induk usaha akan tetap minimal dalam jangka menengah, karena porsinya yang masih kecil dibanding bisnis utama PT Pertamina di sektor migas," tulis Fitch Rating, dalam keterangan resminya.

Di lain pihak, Fitch juga mengaku optimistis terhadap proyeksi bisnis PGEO ke depan, sebagai anak usaha PNRE yang pada tiga hingga empat tahun ke depan digadang-gadang menjadi kontributor terbesar terhadap keuangan perusahaan.

Baca Juga: Tantangan PGEO Capai Target Kapasitas Masih Berat, Ini Penyebabnya

Dalam proyeksinya, Fitch berharap PGEO mampu mengelola 21 persen dari total kapasitas terbarukan terpasang milik PNRE pada 2026, dengan kontribusi terhadap EBITDA mencapai 65%.

"PGEO menyumbang hampir seluruh pendapatan dan basis aset PNRE. Mereka bertujuan terus memperluas kapasitas panas bumi di Pertamina Group," ungkap Fitch.

Dengan sifatnya yang stabil serta besarnya potensi yang tersedia di Indonesia, membuat bisnis panas bumi yang digeluti PGEO menjadi bagian penting dari program transisi energi Pertamina dan juga negara.

Hal ini belum lagi memperhitungkan rencana PGEO untuk menggandakan kapasitasnya hingga lebih dari 1,2GW pada akhir 2027, dengan belanja modal sekitar US$ 2,8 miliar dan rata-rata pengeluaran tahunan di atas US$ 500 juta sejak 2024.

Baca Juga: Utang Jangka Pendek PGEO Meningkat, Simak Potensi Resikonya

Sedianya, dana capex bakal didanai dari perpaduan antara kas internal, dana hasil IPO dan opsi pinjaman.

"Namun demikian, meski belanja modalnya besar, kami masih berharap leverage SCP dari PGEO masih berada dalam level aman. Kami perkirakan Leverage bersih EBITDA PGEO tetap di bawah 4x, bahkan selama puncak dari periode belanja modalnya," tulis Fitch dalam laporannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×