Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) masih berharap bisa menggarap Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Cilacap bersama Saudi Aramco. Namun, pemilihan skema kerjasama dan juga valuasi aset eksisting masih menjadi pembicaraan.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pihaknya menawarkan opsi kerjasama seperti di Kilang Balikpapan. Dengan begitu, tidak perlu tidak dilakukan spin-off, sehingga Pertamina dan Saudi Aramco akan membangun fasilitas baru tanpa menyertakan akses eksisting.
Baca Juga: OPEC pangkas produksi, nilai impor minyak Indonesia bisa meningkat
"Dengan Aramco masih berjalan tapi sekarang ada opsi lain dari model kerjasama. Jadi model kerjasama kedua adalah seperti di Balikpapan," katanya di Kementerian BUMN, Kamis (12/12).
Jika skema kerjasama ini yang diterapkan, maka Pertamina dan Saudi Aramco bisa membuat anak usaha yang juga akan mengoperasikan kilang tersebut, dan selanjutkan diterapkan skema pengenaan tarif atau toll fee. Nicke menargetkan, kepastian mengenai skema kerjasama ini sudah bisa didapatkan pada Kuartal-I tahun depan.
"Kita membangun kilang baru. Kilang existing akan dioperasikan, tapi nanti skemanya dengan toll fee. Sama seperti Balikpapan. Jadi ini yang akan dilanjutkan dan kita ditargetkan di kuartal I 2020 harus sudah selesai," terangnya.
Opsi kerjasama dengan skema seperti ini bergulir lantaran Pertamina dan Aramco tak juga menemukan kata sepakat terkait dengan valuasi aset lantaran masih ada selisih nilai di antara keduanya.
Terkait hal ini, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pada Selasa (10/12) lalu mengungkapkan, perhitungan valuasi ini masih menyisakan perbedaan nilai sekitar US$ 1,5 miliar. Jika tak kunjung diperoleh titik temu, kata Luhut, maka Pertamina didorong untuk mencari mitra lain jika skema kerjasama lain juga menemui jalan buntu.
Baca Juga: Pengusaha lokal minta diprioritaskan dalam dual FEED dan EPC di blok Masela
Luhut menargetkan, perhitungan valuasi ini bisa rampung di tahun ini. "Kalau selisih mereka US$ 1,5 miliar kan sayang," ungkapnya.
Kilang Lainnya
Sementara itu, Pertamina juga masih membahas terkait dengan kemitraan di proyek kilang Grass Root Refinery (GRR) Bontang. Nicke bilang, pihaknya tengah mencari opsi kemitraan selain dengan Overseas Oil and Gas (OOG) LLc, perusahaan asal Oman.
Nicke belum menerangkan detail opsi kemitraan yang dimaksud. Namun, sebelumnya Luhut sempat mengatakan bahwa ada opsi masuknya investor dari Uni Emirat Arab.
Kendati begitu, Nicke mengatakan bahwa proses pembangunan kilang tidak akan terganggu. Sembari mencari kepastian dalam skema kemitraan, proses pengerjaan proyek, termasuk pengadaan lahan bisa tetap berjalan.
Baca Juga: ICP November naik menjadi US$ 63,26 per barel, terkerek optimisme kesepakatan dagang
"Jadi pembebasan lahan dan penetapan lokasi jalan terus. Jadi kita tidak akan terganggu seperti Cilacap itu pun sekarang jalan terus," ungkapnya.
Selain Cilacap dan Bontong, Nicke juga menyatakan bahwa proyek kilang lain, seperti GRR Tuban terus berjalan. Enginering Procurement and Construction (EPC) sudah berjalan. Reklamasi lahan untuk proyek ini pun sudah dilakukan, dan masih memerlukan tambahan lahan seluas 200 hektare.
Sementara untuk RDMP Balongan, Nicke mengatakan bahwa proses front-end engineering design (FEED) dan EPC akan dilakuakn bersamaan. Dengan itu, pengerjaan proyek ditargetkan bisa selesai lebih cepat sekitar 14 bulan atau 18 bulan.
Baca Juga: Percepatan pembangunan RDMP RU VI Balongan dengan skema DFC
"Jadi kalau sebelumnya direncanakan tahap 1 selesai di akhir 2023, dengann skema yang sekarang kita lakukan akan selesai pertengahan 2022," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News