kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45929,53   1,89   0.20%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perubahan Gaya Hidup Berdampak pada Hengkangnya Peritel Asing dari Indonesia


Minggu, 27 November 2022 / 18:54 WIB
Perubahan Gaya Hidup Berdampak pada Hengkangnya Peritel Asing dari Indonesia
ILUSTRASI. Sejumlah anak bermain bola di tempat parkir Supermarket Giant Ekstra di Kreo, Tangerang, Minggu (1/8/2021). Perubahan Gaya Hidup Berdampak pada Hengkangnya Peritel Asing dari Indonesia.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Fenomena hengkangnya peritel asing dari Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mendapat sorotan dari Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI).

Sebagai contoh, Giant yang berasal dari Malaysia telah menutup seluruh gerainya di Indonesia per 31 Juli 2021. Di Indonesia, Giant dikelola oleh PT Hero Supermarket Tbk (HERO). 

Kala itu, Manajemen HERO beralasan bahwa penutupan gerai Giant secara permanen dilakukan sebagai bagian dari transformasi bisnis guna memastikan perusahaan dapat bersaing dalam bisnis ritel di Indonesia.

Selain itu, ada Centro yang tutup permanen lantaran pengelolanya yaitu PT Tozy Sentosa dinyatakan pailit pada 17 Mei 2021. Centro merupakan perusahaan ritel asal Malaysia yang pertama kali hadir di Indonesia pada 2003 silam.

Baca Juga: APPBI: Pengusaha Ritel Sudah Lebih Rajin Menambah Gerai Baru

Ada pula Debenhams yang telah ditutup secara permanen oleh PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) pada tahun 2017 silam.

Debenhams yang berasal dari Inggris akhirnya menutup seluruh jaringan ritelnya di dunia pada 2021 lantaran terdampak pandemi Covid-19. Padahal, Debenhams telah beroperasi selama 240 tahun.

 

Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja mengatakan, penyebab utama tutupnya sejumlah peritel asing adalah terjadinya perubahan gaya hidup masyarakat di kota-kota besar, terutama Jakarta, yang berdampak pada cara berbelanja mereka. Perubahan ini bahkan terlihat sejak sebelum pandemi muncul.

“Kesulitan yang dihadapi peritel tersebut mencapai puncaknya ketika pandemi Covid-19 yang pada akhirnya memicu penutupan usaha,” kata dia, Minggu (27/11).

Masih terkait perubahan gaya hidup, APPBI menilai masyarakat di kota-kota besar juga tak lagi berbelanja bulanan kebutuhan pokok dalam jumlah besar sekaligus. Dalam hal ini, masyarakat cenderung lebih memilih berbelanja di supermarket atau minimarket, ketimbang di pasar grosir atau hypermarket.

Baca Juga: Pengusaha Usul Fasilitas Kemudahan Berusaha di Kawasan IKN

Di sisi lain, perubahan gaya hidup tak selamanya berdampak negatif bagi industri ritel. Kini, masyarakat di kota-kota besar lebih sering berbelanja di toko single brand yang dianggap lebih personal.

Lantas, brand-brand ritel internasional seperti H&M, Uniqlo, Max Fashion, Zara, dan lainnya masih eksis di Indonesia. “Mereka masih agresif membuka toko-toko baru, bahkan pada saat pandemi sekalipun,” tandas Alphonzus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×