Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Paska mengakuisisi PT Pertamina Gas (Pertagas), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS, anggota indeks Kompas100 ini) memiliki beberapa fokus pengembangan, salah satunya fokus dalam pembangunan infrastruktur gas bumi.
Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGAS, Dilo Seno Widagdo menyampaikan, sebagai subholding gas, PGAS saat ini sedang berupaya untuk mengoptimalkan aset dan pola operasi khususnya di Jawa bagian Barat dan bagian Timur.
Selanjutnya, sambungnya, perseroan juga tengah menggeber penyelesaian jalur pipa transimis yakni dari Gresik hingga Semarang, rencananya hingga 2024 mendatang mereka bisa membangun pipa transmisi sepanjang 528 km.
Selain itu PGAS juga memiliki target untuk membangun jaringan distribusi gas bumi (jargas) sebanyak 4,7 juta sambungan hingga 2025 nanti. Nah pada tahun ini, Dilo bilang, PGAS menargetkan pembangunan 78.216 sambungan.
Sebagai infromasi, hingga tutup tahun lalu mereka sudah berhasil merealisasikan 524.433 sambungan. Dalam menjalankan mandat ini mereka menggunakan APBN, dana internal perusahaan, kerjasama pemerintah badan usaha (KPBU), maupun skema pembiayaan infrastruktur non anggaran pemerintah.
“Dana untuk membangun jargas cukup besar, tidak hanya dari APBN. Target sebanyak 4,7 juta sambungan sampai 2025 coba kita penuhi, memang kita tidak bisa mengandalkan uang Pemerintah. Oleh karena itu kita mengajak mitra untuk menjalankan ini,” paparnya saat melakukan kunjungan ke Kantor Harian Kontan, Selasa
(16/7).
Ia mengaku realisasi pembangunan jargas dari periode Januari hingga Juni tahun ini masih sejalan dengan target yang terpasang, pihaknya optimis bisa mencapai target penambahan 78.216 sambungan hingga tutup tahun 2019.
Dengan adanya pembangunan jargas ini, ia menilai nantinya mampu memperbaiki harga jual hilir serta pengelolaan jaringan gas bumi untuk sektor industri dan komersial dapat meningkatkan keekonomian pengolaan jaringan gas bumi untuk rumah tangga.
Apabila ditotal kini PGAS memiliki aset dari segi infrastruktur gas berupa jaringan pipa kurang lebih 9.916 km, 2 floating storage and regasificatioan (FSRU) dengan 1 land-based regasification terminal, 88 SPBG dan 4 mobile refueling unit (MRU).
Sementara dari segi pasar, PGAS tengah mengembangkan segmen distribusi pasar utama meliputi Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta Indonesia bagian tengah dan bagian Timur. Pelanggan gaas bumi PGAS tersebar di berbagai wilayah mulai dari Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara dan Sorong, Papua Barat.
Subholding gas ini juga sedang mengembangkan bisnis pipa gas untuk kawasan industri, tahun ini mereka membidik jumlah pelanggan yang akan dikelola mencapai 244.043 pelanggan. Realisasi jumlah pelanggan pada tahun lalu sebanyak 325.000 pelanggan.
Danny Praditya, Director of Commerce PGAS mengungkapkan saat ini penjualan terbanyak masih disumbang 83% dari segmen pembangkit listrik, selanjutnya 12% dari pelanggan Pertagas, kemudian 13% dari segmen industri kimia, 9% dari industri kramik, dan 9% dari industri makanan.
Perusahaan melihat potensi yang besar dari pasar kawasan industri ini lantaran ketersediaan sumber energi seperti gas dan listrik menjadi salah satu prinsip dalam pengembangan kawasan industri.
Hingga kuartal pertama tahun ini, PGAS mencatat pendapatan sebesar US$ 860,5 juta tumbuh 7,83% dari periode yang sama tahun sebelumynya sebesar US$ 798 juta dengan perolehan laba bersih US$ 65 juta atau menyusut sekitar 18% dari periode yang sama tahun 2018 sebesar US$ 80,35 juta.
Direktur Utama PGAS, Gigih Prakoso menjelaskan target penjualan gas pada tahun ini sebesar 970 billion British thermal unit per day (BBTUD), saat ini realisasinya baru 98% dari target yakni 950,6 BBTUD. Sekarang harga jual gas miliki mereka sekitar US$ 8,5 per MBBTU.
Untuk melancarkan rencana bisnisnya, pada 2019 PGAS mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar US$ 500 juta. “Sampai semester pertama sudah terserap sekitar 30% atau US$ 150 juta,” ungkap Gigih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News