kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Petani tembakau dan cengkeh tolak ratifikasi FCTC


Kamis, 26 Maret 2015 / 08:36 WIB
Petani tembakau dan cengkeh tolak ratifikasi FCTC
ILUSTRASI. Pekerja membongkar beras impor asal Thailand dari kapal kargo berbendera Vietnam di Pelabuhan Malahayati, Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (22/6/2023). Beras Impor Masuk, Bulog Ditugaskan Tambah 1,5 Juta Ton Beras Impor Tahun Ini.


Reporter: Rani Nossar | Editor: Uji Agung Santosa

MAKASSAR. Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menolak ratifikasi konvensi pengendalian tembakau, karena dinilai aakan mematikan industri tembakau dalam negeri.

Wakil Ketua Umum AMTI Budidoyo mengatakan, ratifikasi ini memang belum ditandatangi Presiden Jokowi, namun tetap saja mulai mengancam eksistensi industri tembakau. "Industri tembakau tidak butuh insentif apapun dan tidak pernah menyusahkan," katanya, Rabu (25/3)

Dia bilang kebijakan FCTC tidak hanya merugikan produsen rokok putih, kerugian lebih besar juga akan dirasakan produsen rokok kretek. Padahal kretek adalah rokok asli khas Indonesia dan warisan budaya sebab tidak ada yang punya selain Indonesia. "Industri tembakau ini industri seksi, menyumbang pendapatan negara, " katanya. 

Industri tembakau menyumbang pendapatan cukai negara sebesar Rp 140 triliun pada tahun 2014 dan memperkerjakan 6 juta tenaga kerja. Saat ini, kata Budidoyo, harga tembakau di pasaran cukup stabil yakni di kisaran Rp 200.000 hingga Rp 800.000 per kilogram tergantung dengan jenis dan kualitasnya. Oleh karena itulah penjualan tembakau oleh petani-petani dapat menghasilkan omzet sebesar Rp 500 triliun per tahun.

Budidiyo bilang AMTI dan semua pemain bisnis tembakau bukan anti regulasi tapi ingin regulasi yang adil, sebab industri tembakau adalah industri legal. Seperti diketahui, kerangka Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) berasal dari World Health Organizarion (WHO) yang mengatur beberapa ketentuan standar internasional untuk industri tembakau hingga rokok. FCTC dinilai merugikan 2 komoditas utama industri rokok yaitu tembakau dan cengkeh.

Surya Wangsa Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh (APTI) menyampaikan, tahun ini produksi cengkeh diproyeksikan meningkat hingga 20%. Namun, karena ada kebijakan FCTC produksi tetap diatur agar tidak sampai over, sebab jika permintaan berkurang harga cengkeh bisa jatuh. Saat ini harga cengkeh berada di level Rp 135.000 - Rp 150.000 per kilogram.

Surya bilang sebesar 97% hasil cengkeh nasional digunakan untuk bahan baku industri rokok dan sisanya untuk kosmetik dan bahan makanan. Jika ratifikasi pengendalian tembakau jadi disahkan pemerintah, bukan hanya industri tembakau yang mati tapi juga industri cengkeh.

Luas area perkebunan cengkeh ada 2 juta hektare di seluruh Indonesia. Beberapa sentra produksi cenceh antara lain Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Di Sulawesi Selatan ada lebih dari 50.000 hektare lahan cengkeh. Produksi cengkeh tahun 2014 hanya 500-600 kg per hektare padahal sebelumnya mencapai 1 ton per hektare. Sulawesi Selatan merupakan penghasil cengkeh terbesar keempat Indonesia. 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×