Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nasib peternakan sapi rakyat dan industri feedlot (penggemukan) sangat tergantung kepada pemerintah. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternakan Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Rochadi Tawaf berpendapat, . bila kebijakan-kebijakan saat ini tetap diteruskan dapat mematikan peternak rakyat serta feedloter.
“Misalnya kebijakan impor sapi indukan dan bakalan degan rasio 1:5. Itu baru akan dievaluasi akhir 2018. Sekarang saja importasi sudah turun 50%,” ujar Rochadi kepada Kontan.co.id, Selasa (26/12).
Tak hanya kebijakan wajib impor sapi indukan saja, Rochadu pun menyoroti kebijakan-kebijakan lainnya. Salah satunya adalah masuknya daging kerbau beku dari India dengan harga murah. Dengan masuknya daging tersebut, maka sektor peternakan sapi rakyat tidak akan bergairah dan usaha tani masyarakat akan berhenti.
Menurut Rochadi, terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang kontraproduktif saat ini. Mulai dari larangan penggunaan hormon di dalam negeri, sementara produk yang diimpor Indonesia masih dari negara yang menggunakan hormon.
Pemerintah juga melarang importir memasukkan sapi dari negara yang berzona penyakit. Sementara, pemerintah justru mengimpor daging dari wilayah yang rentan dengan penyakit. Menurutnya, masih terdapat beberapa kebijakan lain yang membuat bisnis peternakan menjadi tidak kondusif.
Rochadi berpendapat, saat ini terdapat beberapa feedloter yang sudah tidak beroperasi lantaran regulasi yang ditetapkan justru menimbulkan pengeluaran dana yang tidak efisien. Sementara, peternakan rakyat tidak bisa memasuki pasaran karena harga yang ada di pasaran saat ini sekitar Rp 80.000 per kg.
“Akhirnya, peternak rakyat menjual sapinya pada hari raya kurban, sementara di hari raya kurban pasarnya pun sudah diintervensi oleh feedlot,” tambahnya.
Rochadi berharap, pemerintah dapat memperbaiki regulasi-regulasi yang ditetapkan saat ini. Dengan begitu, maka kegiatan di peternakan rakyat dan feedloter dapat berlangsung dengan baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News