Reporter: Leni Wandira | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah untuk mengkaji kembali wacana moratorium pembangunan hotel baru di wilayah Bali, terutama di Bali Selatan.
Kebijakan yang sedang digodok oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tersebut bertujuan untuk menghentikan pembangunan hotel baru demi mencegah alih fungsi lahan pertanian menjadi properti komersial.
Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, menilai bahwa meski tujuan kebijakan tersebut baik, pelaksanaannya mungkin tidak efektif mengingat kewenangan perizinan berada di tangan pemerintah daerah.
Baca Juga: Ciputra menyisir pasar perhotelan
"Kita berada di era otonomi daerah, di mana perizinan itu merupakan hak prerogatif pemerintah daerah tingkat dua. Pertanyaannya, apakah moratorium ini akan efektif jika kewenangan berada di tangan daerah?" kata Maulana saat dikonfirmasi KONTAN, Rabu (9/10).
Maulana juga menyoroti ketidakadilan dalam persaingan bisnis di sektor akomodasi. Ia menyebut bahwa banyak akomodasi yang tidak berizin atau tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
"Sebagian besar masalahnya ada pada pengawasan. Pemerintah sebagai regulator harus benar-benar menjalankan fungsi pengawasan ini agar kontrol perizinan lebih mudah dan efektif," tambahnya.
Baca Juga: Perang harga hotel-hotel di Bali
Menurut Maulana, munculnya berbagai jenis properti seperti vila yang beroperasi sebagai akomodasi jangka pendek, padahal izin mereka untuk jangka panjang, turut mempengaruhi persepsi adanya oversupply di Bali.
PHRI, lanjut Maulana, sepakat dengan pembatasan pembangunan, namun pembatasan tersebut harus disertai dengan evaluasi menyeluruh terhadap permasalahan yang ada di lapangan.
Maulana juga menggarisbawahi pentingnya keberlanjutan sektor pariwisata Bali dalam menghadapi era otonomi daerah ini.
“Bali adalah destinasi wisata yang populer, namun kita jarang membicarakan soal keberlanjutannya. Padahal, pengelolaan yang baik dan pemerataan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata bisa membantu Bali berkembang lebih seimbang,” ujarnya.
Di tengah wacana moratorium, Maulana tetap optimis bahwa Bali masih memiliki prospek besar bagi pengembangan usaha hotel.
Baca Juga: Pemerintah Moratorium Pembangunan Hotel, Vila, dan Kelab Malam Baru di Bali
“Bali masih sangat prospektif, terutama jika kita berbicara soal quality tourism. Namun, perlu diingat bahwa kita harus menjaga keberlanjutan Bali sebagai destinasi wisata dan tidak menjadikannya kota metropolitan,” tutup Maulana.
PHRI berharap, jika moratorium diberlakukan, kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip otonomi daerah dan tetap memperhatikan pemerataan manfaat ekonomi dari sektor pariwisata di seluruh Bali, bukan hanya di wilayah tertentu.
Selanjutnya: Perkuat Keamanan, Maximus Insurance Implementasikan Sistem Digital dari Peruri
Menarik Dibaca: Inilah Kadar Gula Darah Normal Usia 60 Tahun ke Atas, Cek Selengkapnya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News