Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) meminta supaya patokan harga batubara untuk kelistrikan sebesar US$ 70 per ton bisa diperpanjang.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani berdalih, patokan harga batubara sangat dibutuhkan untuk menjaga kinerja perusahaan setrum plat merah tersebut.
"Memang kami sangat membutuhkan dukungan pemerintah, dengan begitu (ada patokan harga) kita bisa memprediksi. Jadi kami sangat mengharapkan pemerintah untuk bisa memperpanjangnya," kata Sripeni di Gedung DPR RI, Rabu (28/8).
Baca Juga: Pemadaman listrik bikin ridership penumpang MRT turun 13% bulan ini
Terlebih, kata Sripeni, perhitungan untuk subsidi listrik dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2020 maupun Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik masih berdasarkan asumsi harga patokan batubara sebesar US$ 70 per ton. "Ya kami masih menggunakan (asumsi) itu," ungkapnya.
Padahal, jika tidak ada perubahan, kebijakan patokan harga tersebut akan berakhir pada akhir tahun 2019 ini. Oleh sebab itu, PLN pun bergerak cepat.
Tanpa menunggu pergantian Menteri ESDM pada kabinet yang baru, Sripeni mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan kepada Kementerian ESDM agar kebijakan tersebut bisa diperpanjang. "Sudah kami ajukan, bagi kami itu tidak ada kaitannya (pergantian menteri), kami tidak melihat adanya unsur politis," ungkapnya.
Baca Juga: Risiko fiskal BUMN makin meningkat, Kemkeu sudah antisipasi
Namun, Kementerian ESDM masih enggan memberikan kepastian. Saat dimintai konfirmasi, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan pihaknya masih belum melakukan pembahasan terkait berlanjut atau tidaknya kebijakan ini.
Bahkan, Bambang mengatakan bahwa pembahasan tentang kebijakan ini kemungkinan baru akan dilakukan menunggu Menteri ESDM pada kabinet yang baru. "Ya kemungkinan begitu (menunggu menteri baru), yang jelas sampai Desember tahun ini masih, prinsipnya sebelum ada kebijakan baru, kebijakan ini masih berlaku," terangnya.
Adapun, dalam RAPBN tahun 2020, subsidi listrik dianggarkan sebesar Rp 62,21 triliun. Jumlah itu naik dari subsidi tahun ini yang berada di angka Rp 59,32 triliun.
Dari Januari hingga Juli 2019, realisasi subsidi listrik sebesar Rp 30,89 triliun. Sedangkan outlook sampai akhir tahun 2019, susbidi listrik yang terserap akan mencapai Rp 58,31 triliun.
Sripeni mengatakan, dengan porsi bauran energi sebesar 62%, biaya penyediaan batubara masih mendominasi kinerja keuangan PLN. Adapun, sepanjang semester pertama tahun ini, PT PLN dan produsen listrik swasta (IPP) telah menyerap 46,54 juta metrik ton batubara untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Baca Juga: Pelaku industri otomotif minta pemerintah siapkan infrastruktur kendaraan listrik
Realisasi itu setara 48,47% dari target pemenuhan batubara untuk kelistrikan tahun ini sebanyak 96 juta metrik ton.
Sripeni bilang, harga batubara saat ini memang tengah mengalami tren penurunan. Kendati begitu, PLN tetap ingin mendapatkan kepastian melalui patokan harga. "Dengan harga batubara yang turun, selisihnya memang kecil. Tapi sangat fluktuatif, kalau dipatok kita bersyukur karena kita dapat memprediksi," ujarnya.
Di sisi lain, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) malah mengusulkan agar kebijakan patokan harga US$ 70 ton ini bisa dikaji ulang.
Baca Juga: Sokong era kendaraan listrik, badan usaha swasta dan pemda didorong kembangkan SPKLU
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia menilai, kebijakan tersebut tidak relevan di tengah tren penurunan harga yang sudah mendekati harga patokan tersebut. "Menurut kita itu perlu dikaji lagi," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News