Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membentuk PLN khusus energi baru dan terbarukan (EBT) disambut dengan tangan terbuka oleh PT PLN (Persero).
Meski begitu, Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengaku belum ada diskusi lebih lanjut dengan Kementerian ESDM dan belum tahu mekanismenya seperti apa.
Rencana pembentukan PLN EBT ini didasarkan dengan upaya pemerintah ingin mempercepat pengembangan EBT. Selain itu, dibentuknya PLN khusus EBT ini diharapkan masalah penentuan harga jual beli listrik dari EBT bisa lebih jelas.
Sofyan juga ingin mengklarifikasi isu yang tengah beredar bahwa PLN tidak mau membeli listrik dari EBT. “Bukan tidak mau membeli EBT namun aturan main khusus untuk pendanaannya yang belum ada,” ucap Sofyan kepada KONTAN pada Minggu (10/01).
Sofyan menjelaskannya dengan contoh kasus. Misalkan PLN membeli EBT dari pengembang atau investor harganya US$ 15 sen per kilo watt hour (kWh) atau sekitar 2.000 rupiah. Sedangkan harga jual PLN ke industri sekitar Rp 900 atau Rp 1.000 per kWh. Berarti ada selisih Rp 1.000 rupiah yang harus ditanggung PLN.
Nah, dana cadangan atau penyangga ini sedang diajukan untuk bisa dirumuskan ke dalam Undang-Undang atau Peraturan Presiden bentuknya. “Jadi, seperti ada subsidinya begitu,” kata Sofyan.
Selama ini dana penyangga itu belum ada. Makanya PLN lebih mengutamakan untuk membangun pembangkit listrik di daerah-daerah terisolasi yang belum ada sama sekali aliran listrik seperti di Sumatera, Papua, Kalimantan, dan Pulau Simeulue atau Simalur.
Pembangunan pembangkit listrik di daerah terisolir memang lebih efisien jika memakai EBT seperti mikro hidro, panas bumi, tenaga surya atau air dan angin dibanding menggunakan diesel. “Karena harganya juga cukup murah sekitar US$ 8 – 9 sen,” pungkas Sofyan.
Sementara, ada pengembang di daerah lain yang ingin membangun pembangkit listrik dari EBT tetapi menawarkan harga yang cukup tinggi.
Kasus lain, PLN telah bernegoisasi untuk membangun pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) dengan harga yang seharusnya sekitar US$ 10-11 sen per kWh. Namun ada investor menawarkan harga sampai US$ 17 sen per kWh.
“Memang betul sesuai ketentuan tetapi kan sekarang kami tidak dikasih dananya untuk menanggung selisih harga itu,” lanjut Sofyan.
Sofyan mengingatkan bahwa PLN tidak ada niatan untuk menghambat EBT. Namun, Sofyan meminta para investor tersebut jangan terburu-buru karena selain dana penyangga tidak ada, ada daerah terisolasi yang mesti diutamakan.
Terkait belum adanya dana penyangga itu Sofyan juga menyanggah jika PLN kekurangan dana. “Kalau dana penyangga ini sepenuhnya ditanggung PLN untuk keseluruhan EBT ya pasti berat. Tetapi kalau untuk daerah-daerah terisolasi, yang belum ada listrik, nah di situ PLN akan menjadi sangat efisien,” Sofyan mengakhiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News