kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PLTU Batang mandek, krisis listrik ancam investor


Selasa, 08 Juli 2014 / 07:20 WIB
PLTU Batang mandek, krisis listrik ancam investor
ILUSTRASI. Konsumsi Rutin! Ini 5 Makanan yang Bisa Mencegah Penyakit Katarak


Reporter: Pratama Guitarra, Azis Husaini | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) menyerah. Mereka menunda pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang Jawa Tengah berkapasitas 2 x 1.000 Megawatt (MW) untuk waktu yang tidak ditentukan. Pekan lalu, perusahaan hasil kongsi PT Adaro Power (Adaro), J-Power, dan Itochu Corporation itu resmi mengirim surat penundaan proyek ke Pemerintah Indonesia, kontraktor engineering, procurement and construction (EPC) maupun PLN.

Dalam pernyataan tertulisnya Senin (7/7), PT Bhimasena mengatakan, BPI terpaksa menjadikan status proyek PLTU Batang berkapasitas 2 x 1.000 Megawatt (MW) sebagai proyek kahar atawa force majeure. "Sebagian kecil pemilik lahan bersikeras, secara tidak masuk akal menolak menjual lahan mereka tanpa alasan yang jelas dan wajar," ujar BPI dalam pernyataan tertulis.

Manajemen BPI mengatakan, penundaan proyek senilai Rp 40 triliun itu demi menghindari konflik sosial yang berkepanjangan dengan masyarakat Batang. BPI kini minta bantuan Pemerintah lantaran kondisi saat ini di luar kemampuan swasta menyelesaikan.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Abadi Poernomo menilai, pembangunan PLTU Batang 2 x 1.000 MW di Jawa Tengah ini sangat strategis serta sangat penting untuk meningkatkan suplai listrik ke jaringan nasional. Mengingat penggunaan listrik di Indonesia secara nasional rata-rata naik 8% per tahun.

Upaya yang telah dilakukan BPI dengan membebaskan lahan lebih dari 85% untuk proyek PLTU Batang di Jawa Tengah seharusnya mendapat apresiasi. Apalagi, masalah lahan selalu menjadi penghambat proyek infrastruktur di Indonesia. Oleh karena itu, ke depan, pemerintah harus ikut terlibat di proses pembebasan lahan.

Sebab, investor dan swasta akan kesulitan jika dibiarkan berjalan sendiri. Efeknya, proyek bisa mangkrak. Dengan alasan rapat, Jarman, Direktur Jenderal Listrik belum bisa memberikan komentar atas penundaan proyek ini. Hanya, pemerintah sejatinya sudah turun tangan menugaskan PLN untuk ikut membantu proses pembebasan lahan di Batang agar proyek bisa berjalan pada Oktober 2014. Namun, hingga kini belum ada hasilnya.

Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PLN Mutaqi Syamsudin bilang, proyek pembangunan PLTU ini akan molor hingga 2018 dari target semula selesai di 2016. "Proyek ini harus jalan karena berdampak di krisis listrik Jawa dan Bali," kata dia. (7/7).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×