Reporter: Kiki Safitri | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) menyebutkan, sejauh ini pengusaha penggemukan sapi (feedloter) meminta pemerintah untuk menimbang beberapa faktor terkait dengan kebijakan impor sapi bakalan 5 : 1. Ini karena sejauh ini feedloter menolak kebijakan ini karena dianggap tidak mendapat dukungan pemerintah.
“Bank kan tidak mendukung untuk pola pembibitan. Kalau semuanya mendukung dengan grace periode, bunga investasinya di bawah 5% dan lahannya cukup, bibitnya ada harga beli sapinya dari luar negeri standar. Mungkin bisa berjalan,” kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf, Kamis (1/11).
Rochadi menghibau agar kebijakan pembibitan ini bisa dibarengi dengan insentif dari pemerintah. Ini karena berdasarkan Undang-Undang No 41 tahun 2014 tentang peternakan, pemerintah yang berkewajiban untuk melakukan pembibitan dan peternakan mewajibkan pemerintah melakukan pengembangbiakan sapi.
“Pembibitan sulit lah kalau tidak dibarengi dengan insentif. Insentifnya missal bunga di bawah 5% , bea masuk ditiadakan, grace period misalnya diberi tiga tahun. Tapi semua itu kan tidak mungkin,” tegasnya.
Ia menyebutkan bahwa berbagai pihak pemerintah di Badan Usaha Milik Negara tidak mau mengerjakan pembibitan. Padahal seharusnya BUMN menjadi pionir dalam menjalankan kebijakan ini.
“Integrasi di pemerintah BUMN saja tidak mau. Yang kerja malah swasta, kan aneh. Haruskan BUMN yang lahannya luas yang mengerjakan pembibitan ini,” ungkapnya.
Teguh Boediyana selaku Ketua Umum Dewan Pimpinan PPSKI, menghimbau pemerintah membuka validitas data. Hal ini bertujuan agar kebijakan terkait impor sapi sesuai dengan kondisi saat ini.
"Kalau menurut saya pemerintah sekarang harus buka validitas data, sebenarnya ada berapa sih populasi sapi baik jantan dan betina? Kemudian bagaimana strukturnya ? Ini yang harus di tata ulang, baik data yang akurat, real demand daging sapi yang harus di impor Kalau kita bisa peroleh data maka kebijakan bisa kita lanjutkan," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News