Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi kayu olahan Indonesia terlihat terus mengalami kenaikan, namun lahan pemanfaatan hutan produksi malah mengalami penurunan. Hal ini menjadi kendala yang dihadapi oleh pengusaha dalam sektor komoditas tersebut.
Mengutip data Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), jumlah kayu olahan dengan sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) per Mei 2018 adalah 16,17 juta metrik. Kontributor terbanyak berasal dari produk serpih kayu yang mendominasi sebesar 11,3 juta metrik.
Angka total produksi kayu olahan ini naik tajam dari angka Januari 2018 di 3,75 juta metrik ton. Namun kenaikan produksi ini tidak selaras dengan luas lahan hutan produksi yang turun.
Masih pada data KLHK, total luas kawasan hutan produksi Indonesia adalah seluas 68,82 juta hektare. Namun pada Mei 2018, luas pemanfaatan hutan produksi adalah 30,23 juta ha. Artinya masih ada lebih dari setengah kawasan hutan yang belum didayakan.
Tetapi, bila dibandingkan dengan produktivitas dari waktu-waktu sebelumnya, pada Januari 2018 luas lahan pemanfaatan produksi adalah 30,42 juta ha. Artinya dalam periode lima bulan terjadi penurunan luas sebesar 192.000 ha.
Penurunan pada periode lima bulan tersebut terjadi paling banyak pada kategori Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) yang pada Mei 2018 sebesar 18,44 juta, turun 383.000 ha dari bulan Januari.
Untungnya lahan pada kategori hutan industri (IUPHKK-HTI) di Mei 2018 naik 191.000 ha menjadi 11,17 juta ha.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia (ISWA) Soewarni menyatakan memang terjadi penurunan aktivitas pada hutan alam. "Itu memang dibatasi oleh pemerintah karena mempertimbangkan sumber daya alam," jelas Soewarni saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (2/7).
Menurutnya, pemerintah telah sengaja mengurangi penebangan pada hutan alam dan berupaya untuk meningkatkan kegiatan pada hutan industri. Namun bagi pengusaha, upaya ini terbentur oleh penguasaan mayoritas lahan hutan di Jawa yang dimiliki oleh Perusahaan Umum Perhutanan Indonesia (Perhutani).
Soewarni mengaku pihaknya sudah berulang kali berusaha mengajukan bentuk kerja sama dengan perusahaan plat merah tersebut untuk bersama-sama mengolah lahan Perhutani yang kosong.
"Kami terus berusaha mencari cara untuk mencocokkan lahan mereka yang kosong agar bisa ditanami oleh pelaku usaha industri, sekarang sedang mencari win-win solution agar kita semua menang," jelasnya.
Tak hanya mengharapkan kerja sama dengan Perum Perhutani, Soewarni menyampaikan pihaknya juga berharap adanya kerja sama dengan masyarakat akan semakin besar berkat adanya program pembagian sertifikat lahan yang menjadi salah satu program Nawacita Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Menurutnya, dengan sertifikat lahan tersebut, masyarakat berkesempatan untuk melakukan pinjaman kredit ke perbankan dan mulai memberdayakan lahan yang mereka miliki untuk ditanam pohon yang bisa diserap industri. Akibatnya, pengusaha mendapat lebih banyak sumber kayu untuk diolah.
"Sertifikat itu bisa diagunkan diajukan untuk kredit, kemudian masyarakat bisa mulai berusaha untuk usaha pertanian atau perkebunan dan hasilnya bisa kita ambil," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News