kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produsen Makanan Minta Kelonggaran


Selasa, 01 September 2009 / 08:32 WIB
Produsen Makanan Minta Kelonggaran


Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Produsen makanan minuman mengaku kekurangan pasokan gula rafinasi. Hitungan mereka, hingga akhir 2009, defisit gula rafinasi bisa mencapai 200.000 ton.

Menurut Direktur Eksekutif Forum Industri Pengguna Gula Suroso Natakusuma, kondisi itu dipicu oleh dua hal. Pertama, pasokan gula rafinasi produsen lokal seret. Kedua, aturan impor gula rafinasi terlalu ketat.

Kondisi ini mengakibatkan tingkat produksi makanan dan minuman turun. Atas dasar itu, produsen makanan dan minuman meminta pemerintah memperlonggar pelaksanaan impor gula rafinasi.

Suroso menjelaskan, pada 2009 ini, pemerintah membatasi impor gula rafinasi hanya 380.000 ton dan hanya boleh dilakukan jika memenuhi sejumlah syarat tertentu. "Karena aturan-aturan tambahan itu, dari kuota impor 380.000 ton hingga saat ini baru terealisasi sekitar 50.000 ton," kata Suroso, (31/8).

Suroso menengarai sedikitnya ada tiga syarat impor yang membebani produsen makanan dan minuman. Pertama, pemerintah menetapkan keran impor hanya dibuka untuk gula rafinasi dengan spesifikasi khusus.

Kedua, industri yang ingin mengimpor gula rafinasi harus memiliki fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE). Ketiga, industri makanan dan minuman harus berlokasi di Kawasan Berikat. "Di tengah kesulitan memperoleh pasokan gula rafinasi, ketentuan impor ini membebani para produsen," kata Suroso lagi.

Asal Anda tahu, gula rafinasi merupakan salah satu bahan baku utama makanan dan minuman. Kontribusinya terhadap struktur biaya produksi berkisar antara 60%-80%.

Saat ini, papar Suroso, total kebutuhan gula rafinasi untuk industri mencapai 2,14 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,06 juta ton terserap industri menengah dan besar. Sisanya dikonsumsi oleh industri skala kecil dan rumah tangga.

Meski kebutuhan mencapai 2,14 juta ton, pasokan gula rafinasi yang dibolehkan hanya 1,88 juta ton. Ini merupakan kesepakatan Pemerintah, petani tebu, dan produsen makanan dan minuman. Dari jumlah itu, 1,5 juta ton dipenuhi dari produsen lokal dan 380.000 ton diimpor.

Meski kekurangan gula, Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman seluruh Indonesia Franky Sibarani membantah tudingan bahwa industri makanan dan minuman menjadi penyebab kenaikan harga gula putih. Seretnya pasokan gula rafinasi tidak serta merta mendorong pengusaha memborong gula putih di pasar sebagai pengganti.

"Penggunaan gula industri dan konsumsi itu berbeda," katanya. Kalaupun terjadi, itu dilakukan oleh industri kecil dan rumahan. Konsumsi gula putih produsen makanan dan minuman maksimal hanya 200.000 ton per tahun. "Itu 4,5% dari kebutuhan gula putih nasional," kilah Franky.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×