Reporter: Handoyo | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pelaku usaha mutiara domestik berharap ada aturan standar nasional Indonesia (SNI) untuk produk mutiara yang beredar di dalam negeri. Harapan tersebut, menyusul banyaknya impor mutiara dari China yang terkenal dengan harga murah tapi kualitas lebih rendah.
Anthony Tanios, Ketua Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI) menyebutkan, dengan kewajiban SNI, maka mutiara yang masuk ke Indonesia tidak lagi mengabaikan kualitas. Saat ini, mutiara yang beredar di Indonesia datang dari China juga ada dari Australia.
Namun, mutiara yang menjadi kekhawatiran pelaku usaha adalah, mutiara yang diimpor dari China yang dinilai memiliki kualitas lebih rendah dari mutiara lokal. “Maka itu perlu ada pengaturan standardisasi agar mutiara dalam negeri bisa terlindungi," kata Anthony di Jakarta Selasa (24/1).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Raditya Poernomo, Komisaris PT Cendana Indopearl, salah produsen mutiara lokal. Raditya bilang, mutiara dari China merupakan mutiara dari air tawar yang berbeda kualitasnya dengan mutiara dari Indonesia yang merupakan mutiara air laut berjenis south sea pearl (SSP).
Dari sisi harga, mutiara dari Indonesia dijual US$ 40 per gram, sementara mutiara dari China dijual hanya US$ 3 per gram sampai US$ 4 per gram. Namun begitu, mutiara Australia juga memiliki mutiara jenis SSP yang memiliki harga lebih tinggi, yakni US$ 60 per gram sampai US$ 100 per gram.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News