kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Proyek pengembangan baterai lithium untuk kendaraan listrik terus dikebut


Selasa, 17 November 2020 / 21:12 WIB
Proyek pengembangan baterai lithium untuk kendaraan listrik terus dikebut
ILUSTRASI. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek pengembangan baterai lithium untuk kendaraan listrik terus dikebut. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan beberapa kontrak telah ditandatangani.

Misalnya perusahaan baterai Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) katanya telah sepakat bekerja sama dengan Inalum (MIND ID) untuk memproduksi baterai lithium di dalam negeri.

"Selain itu ada LG dari Korea yang akan segera tanda tangan (kontrak) minggu ini," ujar Luhut sama sebuah seminar virtual, Selasa (17/11).

Ia memastikan para big player baterai lithium dunia akan mencari peluang untuk berinvestasi di Indonesia. "Para big player lain masih on going (masuk ke Indonesia). Intinya semuanya kita berkawan," ucapnya.

Baca Juga: Menunggu Setruman Regulasi Kendaraan Listrik

Lebih lanjut ia bilang Indonesia mempunyai kemampuan menjadi pemain kunci dalam industri baterai ini. Saat ini pertambangan nikel di Indonesia diharapkan dapat mengalirkan produk hilir seperti nikel alloy hingga baterai lithium, kata Luhut, diperkirakan akhir tahun 2023 sampai 2024 produk hilir itu dapat dihasilkan.

Sebelumnya konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dikabarkan akan mengerjakan dua proyek hilirisasi nikel untuk menjadi baterai. Perusahaan plat merah yang akan mengerjakannya adalah holding pertambangan MIND ID melalui PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).

CEO Group MIND ID Orias Petrus Moedak membeberkan, MIND ID dan Antam akan menangani sektor hulu tambang, kemudian produk tengah (intermediate) hingga ke hilir akan dikelola oleh Pertamina dan PLN. Saat ini ketiga BUMN tersebut sedang menyusun skema pembentukan holding PT Indonesia Batterai.

Menurut Orias, holding Indonesia Batterai tersebut nantinya akan menggandeng mitra dan membentuk Joint Venture (JV). Ada dua proyek hilirisasi nikel menjadi baterai yang akan dikerjakan konsorsium tersebut.

Baca Juga: Mengenal Taycan, mobil listrik besutan Porsche yang debut di China

Saat ini, ada dua calon mitra yang sudah dijajaki, yakni perusahaan dari China dan Korea Selatan. Meski belum membuka identitas perusahaan yang dimaksud, namun Orias membocorkan bahwa nilai investasi dari hulu hingga hilir untuk kedua proyek baterai tersebut mencapai sekitar US$ 12 miliar.

Sementara itu di domestik sendiri, PT Nipress Tbk (NIPS) telah lama dikenali melalui memproduksi produk baterai Lithium. Selain itu perusahaan juga memproduksi berbagai jenis baterai untuk berbagai keperluan dari untuk otomotif (mobil dan motor), forklit.

Lalu telekomunikasi (baterai tower BTS), energi baru terbarukan, infrastruktur, industri, remote area (penggunaan untuk wilayah terpencil), hingga untuk keperluan pertahanan dan keamanan.

Dengan lebih 40 tahun berpengalaman di dunia baterai di Indonesia, produk-produk NIPS saat ini menguasai pasar domestik, dan bahkan baterai Lithium produksi perusahaan telah ekspor dengan tujuan pasar Asia hingga Eropa.

Kabar lainnya datang dari Tesla yang sudah hampir mencapai kata sepakat untuk membangun pabrik baterai di Indonesia. Pembicaraan para eksekutif Tesla dengan sejumlah pejabat tinggi negara kabarnya akan segera berlangsung minggu depan.

Baca Juga: Kenali infeksi bakteri vagina penyebab keguguran

Dalam catatan Kontan.co.id seperti yang dilansir dari laman Electrek, Tesla sedang tertarik mendirikan pabrik baterai baru di Tanah Air. Salah satu faktornya, Indonesia dianggap punya cadangan nikel yang berlimpah. CEO Tesla Elon Musk sebelumnya sempat meminta perusahaan pertambangan untuk meningkatkan produksi nikel.

Namun belakangan diketahui bahwa pembicaraan Tesla bukan hanya untuk menambah permintaan nikel, tapi juga soal pembangunan pabrik baterai di Indonesia. Salah satu alasan yang memaksa Tesla harus mengerahkan energinya untuk memanfatkan cadangan nikel negara, adalah larangan ekspor bijih nikel untuk mendorong industri lokal.

Selanjutnya: Selamatkan industri domestik, Jokowi diminta mengerem impor untuk proyek pemerintah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×