kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.624.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.305   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.109   35,72   0,50%
  • KOMPAS100 1.044   5,37   0,52%
  • LQ45 824   5,99   0,73%
  • ISSI 212   -0,11   -0,05%
  • IDX30 427   5,07   1,20%
  • IDXHIDIV20 512   6,64   1,31%
  • IDX80 119   0,49   0,41%
  • IDXV30 122   1,03   0,85%
  • IDXQ30 140   1,68   1,21%

Rencana Pensiun Dini PLTU Batubara Masih Maju Mundur


Minggu, 02 Februari 2025 / 21:20 WIB
Rencana Pensiun Dini PLTU Batubara Masih Maju Mundur
ILUSTRASI. Rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) masih maju mundur.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) masih maju mundur.

Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia (RI) Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo punya pandangan berbeda soal rencana pensiun dini atau early retirement  Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Menurut dia, dalam pemerintahan Prabowo-Gibran tidak akan menerapkan pensiun dini. Pernyataan ini sekaligus untuk meluruskan kesalahpahaman pernyataannya yang sempat beredar di media mengenai penutupan seluruh pembangkit listrik berbasis batubara akan ditutup pada 2040.

"Waktu itu saya disalahkutip oleh media, seolah-olah pemerintah Prabowo-Gibran akan menutup semua tenaga listrik batubara atau tenaga uap mulai tahun 2040, itu tidak benar. Itu salah kutip, kita tidak mau bunuh diri secara ekonomi. Kalau kita tutup pusat tenaga listrik tenaga uap, ekonomi kita nanti akan hancur. Maka nanti itu berimbang," kata Hashim di Jakarta, Jumat (31/1).

Ia menegaskan yang dimaksud pada tahun 2040 adalah tidak ada lagi penambahan PLTU sesuai dengan komitmen transisi energi yang lebih ramah lingkungan.

Baca Juga: Hashim Djojohadikusumo Pastikan Tidak Ada Pensiun Dini PLTU

Ahli transisi energi yang juga Direktur Eksekutif Institute Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan pernyataan Hashim sebenarnya tidak berkaitan dengan kebijakan energi di Indonesia.

"Beliau memang utusan khusus Presiden di bidang iklim dan energi, tapi tidak punya otoritas terhadap kebijakan energi Indonesia," ungkap Fabby saat dihubungi Kontan, Minggu (02/02).

Ia menambahkan, jika berbicara mengenai policy, saat ini arah kebijakan energi dalam negeri masih ditentukan oleh ketua Dewan Energi Nasional (DEN), yaitu Presiden Prabowo, dan ketua hariannya Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia.

Menurut Fabby, janji Presiden Prabowo untuk melakukan pensiun dini PLTU tenaga batubara akan tetap terlaksana, kecuali Prabowo sendiri yang meralat janjinya tersebut.

"Kecuali Presiden meralatnya sendiri, kita tetap mengacu kepada pernyataan Presiden. Tentunya yang disampaikan oleh Presiden itu kan ada konteksnya, bukan ujuk-ujuk Presiden bicara begitu," jelasnya.

Asal tahu saja, taget ambisius ini telah diungkap oleh Prabowo beberapa bulan sejak dilantik menjadi presiden, tepatnya dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Brasil.

Prabowo optimis Indonesia akan mencapai target emisi nol atau net zero emission sebelum 2050. Janji tersebut lebih cepat 10 tahun dari target pemerintahan sebelumnya, yaitu emisi nol pada 2060. Menurutnya, pensiun dini PLTU tenaga batu bara bisa terealisasi dalam 15 tahun ke depan lantaran RI memiliki cadangan geothermal atau panas bumi yang melimpah.

"Kami berencana untuk memensiunkan pembangkit tenaga listrik dan energi fosil kami dalam 15 tahun ke depan. Kami berencana untuk membangun 75 gigawatt pembangkit listrik energi terbarukan dalam 15 tahun ke depan," ujarnya pada Sesi Ketiga Pertemuan Pemimpin Negara G20 di Museu de Arte Moderna, Rio de Janeiro, Brasil, Selasa (19/11).

Baca Juga: Hitung-hitungan Dampak Pensiun Dini PLTU Cirebon 1 ke Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial

Indonesia Mencari Dana untuk Pensiun Dini PLTU

Dalam melakukan transisi energi, Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar. Termasuk soal langkah pensiun dini PLTU, dana ini dibutuhkan untuk penghapusan aset, kompensasi penurunan pendapatan negara, dan biaya transisi pekerja.

Terkait dana, Hashim juga mempertanyakan mengenai program pembiayaan transisi energi dari Just Energy Transition Partnership (JETP).

Ia bercerita bahwa dirinya sempat bertemu dengan utusan khusus dari Presiden Amerika Serikat (AS) John Podesta di Baku, Azerbaijan beberapa waktu lalu dan menyimpulkan bahwa JETP adalah program gagal.

"Dia waktu itu menanyakan bagaimana kelangsungan daripada JETP. JETP itu gagal, program gagal. Dua tahun berjalan tapi tidak sepeser pun dikucurkan oleh pemerintah Amerika Serikat. Banyak omon-omon ternyata," kata Hashim.

Baca Juga: Begini Rincian Skema Pensiun Dini PLTU Cirebon 1 dan Persiapan Pemerintah

Selain Hashim, keraguan terhadap langkah pensiun dini PLTU baru-baru ini juga diungkap oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadia. Menurut dia, ketidakpastian perkembangan sektor energi baru terbarukan (EBT) di dalam negeri pasca Amerika Serikat (AS) memutuskan mundur dari Perjanjian Iklim Paris, atau Paris Agreement.

"Bicara tentang energi baru terbarukan ini bicara tentang sesuatu yang kesini-kesini sudah mulai hampir ketidakpastian," ungkap Bahlil dalam sambutannya dalam acara Berita Satu Outlook, di Jakarta, Kamis (30/01).

Dan menurut Bahlil, pensiun dini PLTU tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat tanpa adanya dukungan pembiayaan. "Kita disuruh paksa untuk mempensiunkan PLTU-PLTU itu, tapi siapa yang membiayai?" tanya Bahlil.

Terkait hal ini, Pengamat ekonomi dan energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan bahwa seharusnya Indonesia tidak bergantung pada pendanaan JETP untuk memulai transformasi energinya.

"Sejak awal JETP tidak bisa diharapkan, mestinya pemerintah tidak terlalu berharap. Dan untuk pensiun dini bisa menggunakan sumber dana yang lain, baik yang bilateral atau multilateral," kata dia kepada Kontan, Minggu (02/02)

Salah satu contoh pembiayaan yang telah didapat oleh Indonesia ungkap dia adalah melalui Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk transisi energi sebesar 500 juta dolar AS atau sekitar Rp7,55 triliun (kurs Rp15.117 per dolar AS).

"Jadi fokus pada bilateral atau multilateral, bisa juga dari AMF (Arab Monetary Fund) atau pembiayaan hijau dari World Bank," tambahnya.

Selain itu, pemerintah Indonesia kata dia juga bisa meningkatkan minat investor untuk menamkan uangnya untuk mengembangkan industri EBT.

"Yang sangat besar untuk mendanai itu adalah dari investor. Pembangkit listrik EBT di Indonesia, potensinya besar," tambahnya.

Baca Juga: Pensiun Dini PLTU, Kementerian ESDM Siapkan Roadmap

Optimis pensiun dini akan berjalan

Disisi lain, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Bobby Gafur optimis target pensiun dini masih akan tetap berjalan, apalagi Indonesia masih teguh pada janjinya di perjanjian iklim Paris.

"Indonesia telah komit terhadap perubahan iklim dengan transisi energi. Soal pensiun dini memang bertahap, tidak langsung ditutup, phase down, dicampur juga dengan biomass atau ecofiring," kata dia kepada Kontan, Minggu (02/02).

Bobby menambahkan, potensi energi baru dan terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia saat ini berada di angka 3.600 gigawatt (GW), dan baru digunakan 1%.

"Pendanaan untuk PLTU baru yang gak ada, otomatis sesuai dengan RUPTL akan 75% pembangunan baru itu EBT termasuk nuklir. Dengan phase down, saya rasa kita bisa lebih prepare, tapi pembangunan yang baru (EBT)-nya tetap," jelasnya.

Sebagai tambahan, dalam catatan Kontan, PLN menyebut membutuhkan dana sekitar Rp 30 triliun hingga Rp 50 triliun untuk menghentikan satu unit PLTU. Sementara hingga saat ini ada sekitar 52 PLTU yang dimiliki oleh PLN.

Dari 52 PLTU yang ada, dalam laporan Center of Economic and Law Studies (Celios) pada akhir tahun 2024 lalu, terdapat 19 PLTU potensial yang bisa dilakukan early retirement. Diantaranya adalah PLTU-PLTU backbone seperti Suralaya, Paiton dan Ombilin.

Adapun dalam perhitungan Celios, Indonesia membutuhkan dana sekitar Rp 444 triliun hingga tahun 2050. 

Selanjutnya: Persaingan Bisnis Asuransi Kendaraan Kian Ketat, Ini Jurus Sejumlah Asuransi Umum

Menarik Dibaca: Cara Tercepat Turunkan Gula Darah Tinggi Ketika Darurat di Rumah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×