Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Jika banyak sektor industri terpuruk karena menanggung efek pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS), maka sektor perikanan bisa dikecualikan. Sejumlah perusahaan perikanan yang berorientasi ekspor justru memanfaatkan momentum ini untuk bisa menggenjot penjualan ekspor mereka hingga akhir tahun.
Lihat saja, PT Dharma Samudera Fishing Industry Tbk yang memasang target ekspor tahun ini tumbuh 20% di atas realisasi tahun lalu menjadi US$ 25 juta. Maklum, 95% penjualan emiten dengan kode DSFI ini adalah ekspor.
Hanya saja, Herman Sutjiamidjaja, Direktur Dharma Samudera membantah jika perusahaannya disebut tengah berusaha mengambil untung dari kejatuhan rupiah. "Memang pasarnya saat ini cukup mendukung sehingga ekspor bisa ditingkatkan," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (25/8) kemarin.
Menurut Herman, kinerja perusahaan tahun ini didorong bukan karena pelemahan rupiah melainkan pemberantasan illegal fishing yang digaungkan pemerintah sejak awal tahun ini. Pasalnya, sejak tidak ada kapal eks asing beroperasi di perairan Indonesia, hasil tangkapan nelayan yang memasok ikan ke perusahaan meningkat 20%-30%. Apalagi, hasil tangkapan ikan negara tetangga pun berkurang sehingga pasar ekspor menjadi minim kompetitor.
Sebagai catatan, DSFI membukukan penjualan 1.848 ton atau senilai Rp 136,54 miliar selama semester I-2015. Sebanyak 1.548 ton atau senilai Rp 131,47 miliar di antaranya untuk ekspor, sisanya lokal. DSFI juga berhasil mencetak laba bersih Rp 3,78 miliar.
Berbeda dengan DSFI, PT Central Proteina Prima Tbk justru tidak mau buru-buru merevisi target ekspor tahun ini. Yulian Riza, Corporate Communication CPRO bilang, perusahaannya tetap mempertahankan porsi ekspor di angka 31% dari target penjualan perusahaan tahun ini senilai Rp 10 triliun.
Yulian mengakui jika perusahaannya diuntungkan atas pelemahan nilai kurs ini. Namun di sisi lain, perusahaan juga mesti mengimpor bahan baku pakan serta mesin pengolahan yang memakan 50% dari belanja perusahaan.
Untuk itu, ketimbang memperbesar volume ekspor, CPRO lebih memilih untuk memperluas pasar ekspor sebagai strategi menjaga kinerja perusahaan. "Penjajakan pasar baru pasti ada. Saat ini kami sedang menjajaki Eropa Timur," ujar Yulian.
Selama semester I-2015, CPRO mencatatkan penjualan Rp 4,64 triliun. Namun rugi bersih perusahaan justru membengkak dari Rp 107,37 miliar pada semester I-2014 menjadi Rp 307,85 miliar karena imbas pelemahan rupiah di pertengahan tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News