kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sanksi finansial 20% bagi perusahaan yang tak penuhi target pembangunan smelter


Minggu, 13 Mei 2018 / 21:06 WIB
Sanksi finansial 20% bagi perusahaan yang tak penuhi target pembangunan smelter
ILUSTRASI. Pabrik Feronikel Antam


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerapkan sanksi finansial bagi para perusahaan pertambangan yang telah mendapatkan rekomendasi ekspor mineral mentah dan konsentrat.

Sanksi tersebut akan dipakai apabila pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) tidak sesuai dengan target yang ditetapkan dari rencana kemajuan fisik yang dievaluasi per enam bulan.

Sanksi financial itu, tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 25/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara yang diundangkan pada 3 Mei 2018. Dalam pasal 55 ayat 8, sanksi tersebut berupa denda 20% dari nilai kumulatif penjualan mineral ke luar negeri.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan, denda tersebut melengkapi sanksi sebelumnya berupa pencabutan rekomendasi ekspor.

Keduanya bisa diterapkan setelah ada hasil verifikasi pembangunan smelter dari tim verifikator independen yang dilakukan setiap enam bulan.

Adapun kemajuan fisik pembangunan smelter yang harus dicapai perusahaan minimal 90% dari target per periode evaluasi.

"Kalau gak tercapai berarti (rekomendasi) dicabut dan bayar denda finansial 20%. Tinggal kalikan saja dari sales yang sudah dia lakukan," katanya ketika dihubungi Kontan.co.idJumat (11/5).

Menurut Bambang, kebijakan tersebut untuk memastikan perusahaan yang mengekspor mineral mentah atau konsentrat serius dalam membangun smelter.

Sehingga, perusahaan yang mendapatkan ekspor mineral mentah tersebut tidak hanya menikmati insentif tanpa berusaha memberikan nilai tambah melalui pembangunan smelter.

"Prinsipnya kegagalan membangun itu harus kena denda karena dia hanya mengambil keuntungan ekspornya saja. Berarti dia main-main," ungkapnya.

Asal tahu saja, dalam beleid itu juga disebutkan, untuk perusahaan yang terkena denda, pembayaran tersebut disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi dalam jangka waktu paling lambat satu bulan setelah sanksi dijatuhkan.

Apabila tidak dilakukan, maka akan dikenakan sanksi administratif tambahan berupa penghentian sementara atau sebagian seluruh kegiatan operasinya paling lama 60 hari.

Jika sampai masa penghentian operasi sementara denda tersebut belum juga dibayarkan, maka izin usahanya akan dicabut.

Sebagai informasi, menurut data dari Kementerian ESDM per Maret 2018 ini. Masih ada beberapa perusahaan yang progress pembangunan smelter-nya di kisaran 0%-an.

Seperti contoh PT Ceria Nugraha Indotama pada Desember 2017 lalu progres pembangunan smelternya masih 0,03% dan di Maret kemarin baru mencapai 0,529%. Dimana, ia sudah mendapatkan rekomendasi ekspor sekitar 2,3 juta ton dan sudah terealisasi 1,5 juta ton.

Selain itu PT Fajar Bakti Lintas Nusantara yang sejak Desember lalu smelternya masih 0% hingga sampai saat ini. Bahkan, ia sudah mendapatkan rekomendasi ekspor 4 juta ton dan realisainya 933.703 ton.

Satu lagi adalah PT Genba Multi Mineral yang pada Januari 2018 ini baru mendapatkan rekomendasi ekspor sebanyak 1,89 juta ton. Namun realisasi pembangunan smelternya masih 0%.

Sementara itu, Ketua Indonesian Mining Institue (IMI) Irwandy Arif mengatakan konsistensi pemerintah perlu dipertanyakan dalam kebijakan tersebut. Pasalnya, penerapan sanksi finansial tersebut diterapkan di tengah jalan.

Seharusnya, kata Irwandy, pemerintah tegas dengan aturan di awal pembangunan smelter. "Apakah aturannya sama dengan aturan pada saat mereka membangun? Kalau sama artinya konsisten, tapi kalau aturan baru mungkin bermasalah," tuturnya kepada Kontan.co.id, Minggu (13/5).

Menurutnya, pemerintah dan perusahaan perlu mengacu pada perjanjian di awal pada saat perusahaan berkomitmen membangun smelter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU

[X]
×