kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sejumlah perusahaan gencar lakukan aksi korporasi di tengah pandemi Covid-19


Selasa, 06 Juli 2021 / 19:02 WIB
Sejumlah perusahaan gencar lakukan aksi korporasi di tengah pandemi Covid-19
ILUSTRASI. Sejumlah perusahaan gencar lakukan aksi korporasi di tengah pandemi Covid-19


Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan besar masih cukup gencar melakukan berbagai macam aksi korporasi, seperti akuisisi, merger, penambahan modal, hingga rencana pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO).

Terbaru, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) resmi mengakuisisi 100% saham PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) yang dimiliki oleh Chevron Standard Limited.

Berkat akuisisi saham tersebut, PLN akan mengoperasikan aset PLTGU untuk suplai kelistrikan di Blok Rokan yang pada 9 Agustus nanti akan beralih pengelolaannya dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).

Masih terkait BUMN, pembentukan holding ultra mikro yang terdiri dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) tengah digodok.

Baca Juga: PLN rogoh kocek Rp 11 triliun demi kelistrikan Blok Rokan

Payung hukum pembentukan holding tersebut telah terbit melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 73 Tahun 2021 tentang Penyertaan Modal Negara ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI).

BRI pun akan menggelar RUPSLB yang rencananya dilaksanakan pada 22 Juli 2021 untuk meminta restu pemegang saham dalam rangka pembentukan holding ultra mikro.

Selain itu, ada PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang menyetor modal ke PT Grab Teknologi Indonesia sebesar Rp 3,09 triliun atau setara US$ 210 juta pada 30 Juni 2021 lalu.

Nilai jumbo tersebut setara dengan 3,29% dari modal ditempatkan dan disetor Grab Teknologi. Sebelumnya, EMTK telah memiliki 2,68% saham Grab Teknologi, sehingga total kepemilikan saham mereka menjadi 5,88%.

Baca Juga: PLN siap pasok listrik untuk sektor bisnis dan tambang di Kalimantan

Sayangnya, baik EMTK maupun Grab enggan mengomentari lebih lanjut perihal aksi korporasi yang terjadi baru-baru ini. “Belum ada info dari saya,” imbuh Sekretaris Perusahaan EMTK Titi Maria Rusli, Selasa (6/7).

Merujuk pada keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat (2/7) lalu, Manajemen EMTK pernah menyebut, transaksi tersebut untuk mendukung kegiatan usaha utama dan memperkuat posisi EMTK sebagai perusahaan teknologi dan digital terkemuka di Indonesia sekaligus memperkaya ekosistem digital.

Penanaman modal untuk perusahaan digital juga dilakukan oleh anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), yakni PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Mei lalu, Telkomsel membenamkan investasi di Gojek sebesar US$ 300 juta. Angka ini lebih tinggi dibandingkan investasi perdana Telkomsel ke Gojek pada November 2020 sebesar US$ 150 juta.

Perusahaan digital memang cukup sering terlibat dalam aksi korporasi di tahun ini. Tentu publik masih akrab dengan merger antara Gojek dan Tokopedia pada 17 Mei 2021 lalu. Dari hasil merger tersebut, lahirlah GoTo. Selanjutnya, GoTo direncanakan melakukan IPO di bursa saham Indonesia dan Amerika Serikat.

Ketika dihubungi Kontan.co.id, pihak Gojek masih enggan berkomentar banyak terkait perkembangan rencana IPO GoTo. Yang pasti, IPO menjadi salah satu tujuan GoTo untuk dapat mendukung pertumbuhan perusahaan ke tahap selanjutnya. “Namun, untuk saat ini belum ada detail yang dapat kami sampaikan mengenai rencana tersebut,” ujar Nila Marita, Chief Corporate Affairs Gojek, Selasa (6/7).

Tak hanya GoTo, perusahaan digital lainnya yaitu Bukalapak berencana IPO di BEI pada pertengahan Agustus 2021. Bukalapak menargetkan dana hingga US$ 800 juta atau setara Rp 11,2 triliun lewat IPO tersebut.

Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat menyampaikan, tren aksi korporasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia saat masa pandemi Covid-19 harus dilihat kasus per kasus.

Dia memberi contoh pada kasus akuisisi MCTN oleh PLN yang merupakan bagian dari transisi alih kelola Blok Rokan dari Chevron kepada Pertamina. Dalam hal ini, PLN berupaya memastikan ketersediaan listrik untuk Blok Rokan dengan cara akuisisi PLTGU yang dikelola MCTN.

Baca Juga: Panca Mitra (PMMP) Cari Margin Lebih Besar dari Produk Bernilai Tambah

Begitu pula dengan rencana pembentukan holding ultramikro yang sudah menjadi bagian dari road map Kementerian BUMN yang memang tengah mengembangkan berbagai holding BUMN di beberapa sektor strategis.

“Jadi, aksi korporasi seperti itu sudah direncanakan sejak lama. Ada atau tanpa pandemi akan tetap dilaksanakan,” ungkap dia, Selasa (6/7).

Aksi korporasi yang melibatkan perusahaan swasta, khususnya sektor digital juga tidak terdampak pandemi Covid-19. Justru, menurut Teguh, terdapat persepsi bahwa e-commerce yang berbasis teknologi digital cukup diuntungkan berkat adanya pandemi Covid-19.

Prospek perusahaan di sektor tersebut tentu cerah di masa depan sekalipun kinerjanya saat ini belum tentu baik. karena banyak investasi yang keluar untuk menarik konsumen.

“Ada anggapan bahwa e-commerce diuntungkan ketika terjadi pandemi, sehingga momentum untuk IPO di tahun ini cukup tepat,” ujar Teguh.

Baca Juga: Surya Semesta (SSIA) dapat pinjaman US$ 35 juta untuk proyek Subang Smartpolitan

Hanya memang, ia belum bisa memprediksi apakah rencana IPO perusahaan seperti GoTo dan Bukalapak akan berlangsung sukses atau sebaliknya. Sebab, semua ini tergantung dari lembaga penjamin efek maupun perusahaan yang bersangkutan dalam mempromosikan saham IPO kepada investor.

Teguh melanjutkan, jika acuannya adalah jumlah perusahaan yang berhasil IPO, maka aktivitas berupa aksi korporasi di tahun ini terbilang cukup dipengaruhi oleh pandemi Covid-19.

Sebab, per 30 Juni 2021, baru ada 22 emiten baru yang mencatatkan sahamnya di BEI dengan dana yang dihimpun dari IPO sebanyak Rp 6,85 triliun. Realisasi ini lebih rendah dari semester I-2020, di mana terdapat 24 emiten yang IPO dengan nilai Rp 6,97 triliun.

Baca Juga: Aplikasi Didi Chuxing dihapus di China, ini kata perusahaan

“Belum ada perusahaan besar yang IPO. Kalau dilihat dari realisasi yang ada, artinya memang pandemi membuat sebagian perusahaan menunda aksi korporasinya,” terang dia.

Namun, ia menekankan bahwa fakta tersebut bukan menjadi pertanda bahwa aksi korporasi di semester kedua tidak akan marak. Hal ini tentu dipengaruhi lagi oleh sektor industri perusahaan yang bersangkutan.

Perusahaan-perusahaan digital di atas kertas akan lebih leluasa melakukan IPO di sisa tahun ini lantaran bisnisnya tengah tumbuh di masa pandemi Covid-19. Aksi korporasi juga relatif lebih lancar dilakukan oleh perusahaan dari sektor lainnya yang diuntungkan oleh pandemi, seperti farmasi atau rumah sakit.

“Pandemi Covid-19 tidak membuat semua sektor turun, pasti tetap ada yang diuntungkan,” tutup Teguh.

Selanjutnya: Terkait Pengumpulan Data Pengguna Ilegal, Aplikasi Didi Dihapus dari Apps Store China

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×