kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Selain Insentif Tarif Royalti, Hilirisasi Batubara Butuh Dana Besar dan Konsistensi


Senin, 02 Januari 2023 / 18:18 WIB
Selain Insentif Tarif Royalti, Hilirisasi Batubara Butuh Dana Besar dan Konsistensi


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia akan memberikan insentif tarif royalti 0% kepada pelaku usaha yang berkomitmen melakukan pengembangan dan pemanfaatan batubara lebih jauh. Misalnya saja menggarap proyek gasifikasi batubara. 

Namun sebagai langkah awal melaksanakan mandat hilirisasi ini, pelaku usaha membutuhkan pendanaan proyek hingga konsistensi regulasi. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyatakan pelaku usaha mengapresiasi upaya pemerintah dalam mendukung pengembangan hilirisasi batubara antara lain melalui pemberian perlakuan khusus tarif royalty 0% dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. 

Baca Juga: Sah, Perusahaan Batubara yang Lakukan Hilirisasi Dapat Insentif Tarif Royalti 0%

“Namun untuk pengembangan hilirisasi batubara perlu mempertimbangkan banyak aspek agar investasi bisa ekonomis, apalagi di tengah sulitnya untuk mendapatkan dukungan pendanaan untuk proyek-proyek berbasis batubara,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (2/1). 

Menurut Hendra untuk pengembangan hilirisasi batubara banyak faktor yang perlu dipertimbangkan agar proyek atau investasi bisa ekonomis. Dalam hal ini dukungan konsistensi regulasi merupakan faktor mutlak. 

Sulitnya mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan proyek-proyek berbasis batubara (termasuk gasifikasi batubara) menjadi tantangan atau kendala yang dihadapi pelaku usaha. Oleh karena itu, selain dukungan insentif fiskal dan non-fiskal, penetapan harga jual produk derivatif batubara antara lain DME, methanol, dan lain-lain menjadi salah satu faktor penting. 

Di sisi lain, teknologi pengelolaan batubara menjadi bahan baku kimia (antara lain DME) tidak dikuasai Indonesia maka perlu dukungan dari penyedia teknologi. Hendra bilang, kerja sama dengan pihak off-taker juga tidak kalah pentingnya. 

“Setahu saya beberapa perusahaan PKP2B dan pemegang IUPK-KOP sedang menjajaki untuk berinvestasi di pengelolaan batubara menjadi DME, methanol,” terangnya. 

Hendra memaparkan, sepengetahuannya, insentif tarif royalty 0% itu dikenakan atas batubara yang digunakan untuk diolah menjadi produk akhirnya antara lain berupa DME. 

Sedangkan untuk batubara yang diproduksi untuk keperluan untuk sektor kelistrikan, industri, dan lainnya, tarif royalti existing bagi pemegang IUPK Kelanjutan Operasi Produksi (IUPK-KOP), IUP Operasi Produksi, dan PKP2B tetap berlaku. 

Baca Juga: Agar Proyek Smelter Cepat Kelar, Begini Usul Pengamat

Insentif berupa tarif 0% nantinya akan diterapkan kepada perusahaan yang rencana hilirisasi batubaranya telah mendapat persetujuan dari pemerintah. 

“Sejauh ini baru perusahaan PTBA. Namun kabarnya, seperti yang banyak diberitakan di media, Pihak PTBA masih menunggu Keputusan Presiden (Keppres) penugasan dari Pemerintah,” jelasnya. 

Melansir catatan sebelumnya, proyek DME Bukit Asam bekerja sama dengan PT Pertamina dan Air Products and Chemical Inc di Tanjung Enim membutuhkan total investasi hingga US$ 2,1 miliar atau setara Rp 32,5 triliun (Kurs Rp 15.500 per dolar AS). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×