Reporter: Vina Elvira | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum DPP Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR) Singgih Januratmoko meminta Presiden Prabowo untuk meninjau kembali peraturan-peraturan yang berkaitan dengan usaha peternakan rakyat.
“Tanpa merevisi atau mengubah berbagai aturan di bidang perunggasan, kemandirian pangan hanya mengorbankan peternak UMKM yang kini jumlahnya tidak sampai 20%,” ungkap Singgih, dalam siaran pers, Senin (17/2).
Singgih menuturkan, peternak ayam rakyat atau UMKM merasakan kesejahteraan saat pemerintah masih menerapkan UU No. 6/ 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Aturan tersebut diperkuat dengan Keppres No. 22/1990 yang meminta Kementerian Pertanian membimbing para peternak, untuk mewujudkan peternakan ayam ras dan pedaging menjadi peternakan rakyat yang maju, efisien, dan tangguh,
Baca Juga: Sampaikan Masukan Program MBG, Ketua MPR Temui Prabowo di Istana Negara
Namun, kata Singgih, semuanya berubah ketika pemerintah mulai menerapkan Keppres No. 85/2000, yang juga mencabut Keppres No. 22/1990 yang berakibat perusahaan integrator diperbolehkan berbudidaya.
“Akibatnya, peternak ayam mandiri kesulitan karena kalah bersaing dengan perusahaan integrator,” lanjutnya.
Kemudian, terbit lagi UU No. 18/2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang kemudian direvisi dengan UU No. 41 Tahun 2014.
Dua peraturan ini menjadi lonceng kematian bagi peternak rakyat atau UMKM yang modalnya terbatas. Banyak aturan administrasi yang membuat peternak rakyat kolaps.
Menurut Singgih, aturan tersebut juga sekaligus membuka peluang bagi perusahaan besar (integrator) untuk menguasai sektor perunggasan.
Akibatnya, peternak rakyat kesulitan bersaing karena integrator memiliki rantai produksi lengkap, dari bibit DOC, pakan, obat-obatan, hingga distribusi ayam ke pasar.
“Hanya peternak yang bermitra dengan integrator yang beruntung. Monopoli di bidang peternakan unggas hanya cenderung menguntungkan perusahaan besar, sementara peternak rakyat sering kali terjebak dalam sistem kemitraan yang tidak adil,” jelasnya.
Singgih pun meminta Presiden Prabowo dan Kementerian Pertanian memperbaiki carut-marut perunggasan nasional.
“angan sampai program Makan Bergizi Gratis (MBG), hanya menguntungkan perusahaan integrator karena dapat memberikan harga murah,” tandasnya.
Baca Juga: Badan Gizi Nasional Belum Bahas Penambahan Anggaran Rp 100 Triliun dengan DPR
Selanjutnya: Polri Panggil Eks Ketua DPRD Jakarta Prasetyo Edi Terkait Korupsi Rusun Cengkareng
Menarik Dibaca: Pilih Trading atau Investasi? Berikut Strategi Kripto yang Tepat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News