Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Tak hanya di sektor tambang minerba, sejumlah kebijakan pun telah ditelurkan untuk sektor migas. Salah satu yang menjadi sorotan adalah fleksibilitas yang ditawarkan pemerintah dalam kontrak migas dengan menghidupkan kembali cost recovery.
Melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM No. 08/2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, pemerintah memberikan kesempatan bagi investor untuk memilih bentuk kerja sama yaitu cost recovery atau gross split.
Selain itu, ada juga implementasi Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 mengenai harga gas industri. Pemerintah pun memutuskan untuk menjalankan beleid tersebut, agar harga gas bumi untuk industri dan listrik bisa diturunkan menjadi rata-rata US$ 6 per mmbtu di plant gate konsumen mulai 1 April 2020.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Assosiation (IPA) Marjolijn Majong, fleksibilitas jenis kontrak bisa membantu keekonomian dari kegiatan migas yang dikerjakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Sedangkan untuk harga gas US$ 6 per mmbtu, Marjolijn mengatakan bahwa kebijakan tersebut positif selama tidak menganggu keekonomian dari sisi hulu migas.
"Tetapi pemerintah harus benar-benar memastikan bahwa keekonomian project tetap akan dijaga sehingga dengan demikian investment tetap akan berlanjut dan lebih banyak lapangan gas akan di kembangkan," ungkap Marjolijn.
Sedangkan mengenai pengaturan sektor migas di Omnibus Law, IPA berharap akan ada penyederhanaan perizinan dan aturan tersebut bisa diimplementasikan secara tepat. "Pada dasarnya akan membuat simplifikasi pada perijinan di bidang energi dibandingkan dengan saat ini. Tentu kami harapkan bahwa implementasinya berjalan dengan baik," pungkas Marjolijn.
Selanjutnya: Setahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, APSyFI: Perlu tegaskan pengetatan impor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News