Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha di Indonesia mewaspadai dampak dari memanasnya eskalasi geopolitik dunia akibat konflik Iran vs Israel. Perang ini bisa menyulut harga komoditas energi dan mengganggu rantai pasok (supply chain), terutama yang melintasi wilayah Timur Tengah.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Anggawira mengungkapkan sejumlah sektor telah merasakan dampak yang cukup signifikan, terutama dari sisi kenaikan biaya logistik dan asuransi pengangkutan. Anggawira menggambarkan, biaya logistik global naik sekitar 20%–30% untuk rute yang terdampak, terutama pengangkutan melalui Laut Merah dan Terusan Suez.
Sedangkan biaya asuransi pengangkutan naik hingga 40%–60%, khususnya untuk kargo energi dan komoditas strategis seperti batubara, Liquefied Natural Gas (LNG), dan nikel. "Ini terjadi karena zona tersebut kini dianggap sebagai high-risk area oleh banyak perusahaan asuransi maritim," kata Anggawira kepada Kontan.co.id, Rabu (18/6).
Dampak lainnya adalah waktu tempuh. Keterlambatan pengiriman kargo bisa mencapai tujuh hari hingga 14 hari, tergantung pada jalur pengalihan. "Bagi industri energi dan pertambangan, ini berarti ada potensi penundaan produksi, disruption pada supply chain, dan kenaikan harga kontrak jangka pendek," terang Anggawira.
Baca Juga: Kemenperin Ingatkan Industri Bersiap Hadapi Dampak Perang Iran - Israel
Sebagai upaya memitigasi dampak dari kondisi ini, pelaku usaha yang tergabung dalam Aspebindo fokus pada tiga strategi. Pertama, diversifikasi rantai pasok dan akses pasar. Langkah ini dilakukan untuk memperluas akses pelabuhan alternatif, serta menjalin kerja sama dengan pembeli dari negara yang secara geopolitik dan ekonomi lebih stabil.
Kedua, lindung nilai (hedging). Anggawira bilang, sejumlah pelaku usaha sudah melakukan hedging terhadap fluktuasi harga energi dan mata uang. Termasuk melalui penyesuaian kontrak agar bisa ada fleksibilitas terhadap perubahan harga internasional.
Ketiga, advokasi kebijakan. "Aspebindo mendorong pemerintah untuk menjalin koordinasi aktif dengan pelaku industri guna meminimalkan risiko ini. Termasuk kemungkinan subsidi premi asuransi untuk komoditas strategis dan perkuatan armada logistik nasional," kata Angga yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).
Sementara itu, industri komponen otomotif masih mencermati eskalasi geo-politik dan dampaknya terhadap lonjakan harga energi dan rantai pasok bahan baku. Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM), Rachmat Basuki mengatakan pelaku industri komponen otomotif memiliki sumber bahan baku yang beragam (multy-sourcing).
Namun, ada kekhawatiran situasi geopolitik yang tidak menentu ini akan menekan pasar ekspor otomotif, di tengah kondisi pasar domestik yang sedang lesu. Dus, Rachmat pun berharap ada langkah dari pemerintah untuk menggairahkan pasar domestik, seperti dengan pemberian insentif.
"Untuk itu industri otomotif dan rantai pasoknya berharap ada quick win dari pemerintah untuk mengairahkan pasar domestik sebagai kompensasi dari ketidak pastian pasar ekspor," ungkap Rachmat.
Dihubungi terpisah, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyoroti dampak konflik militer Iran vs Israel terhadap pasokan dan harga minyak dunia. Kondisi ini bisa berdampak signifikan bagi Indonesia yang merupakan negara net importir.
Lonjakan harga minyak mentah bisa mendongkrak harga produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri. Hal ini berpotensi mengerek subsidi, yang semakin menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Di sisi lain, lonjakan harga minyak juga berpotensi menyulut inflasi global hingga resesi ekonomi, yang kian menekan perdagangan global. Dampak lainnya adalah cost of investment yang semakin mahal, serta perputaran ekonomi global yang melambat.
"Terlebih bagi industri-industri yang masih bergantung pada bahan impor. Ada potensi kenaikan biaya impor yang cukup tinggi akibat harga minyak naik dan risiko pelayaran yang juga meningkat," kata Nailul.
Meski kondisi ini juga bisa mengungkit ekspor sejumlah komoditas dari Indonesia, tapi Nailul mengingatkan dampaknya kurang bisa mengkompensasi tekanan yang terjadi. "Maka pemerintah harus jeli betul melihat peluang dan dampak dari perang Iran-Israel ini," tandas Nailul.
Baca Juga: Dampak Perang Israel-Iran Berpotensi Kerek Harga BBM Bersubsidi
Selanjutnya: OJK Minta Fintech P2PLending Perkuat Penerapan Manajemen Risiko Saat Berikan Pinjaman
Menarik Dibaca: Promo PSM Alfamart Periode 16-23 Juni 2025, Lifebuoy Cair Diskon hingga Rp 14.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News