kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Siap-siap kesulitan cari wine dan bir impor


Jumat, 20 Agustus 2010 / 09:29 WIB
Siap-siap kesulitan cari wine dan bir impor


Reporter: Asnil Bambani Amri |



JAKARTA. Jika minuman beralkohol (minol) impor mulai golongan A sampai golongan C terus tertahan di pelabuhan Tanjung Priok, importir mengkhawatirkan adanya krisis minol di dalam negeri. Dus, minuman jenis bir impor (golongan A), Wine (golongan B), serta Spirit (golongan C) pun tidak mudah dijumpai di pasaran. Padahal, suplai minol impor yang tertahan di pelabuhan tersebut dilakukan oleh 8 importir yang sudah memperoleh izin sebagai Importir Terdaftar (IT) minol dari Kementerian Perdagangan.

“Delapan IT tersebut resmi semenjak bulan April belum bisa berdagang karena barangnya gak ada,” kata Agoes Silaban, Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Impor (Apidmi) di Jakarta Kamis malam (19/8).

Minol tertahan di pelabuhan karena ditengarai tidak memiliki izin dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Otomatis semenjak izin IT diberikan, importir tidak bisa menyuplai ke pasar dalam negeri. “Artinya yang beredar sekarang bagaimana? Sumbernya darimana? Silahkan tanya yang berkepentingan dong,” kata Agoes yang mencurigai adanya peredaran minol yang diimpor secara ilegal.

Agoes mengaku berusaha mendapatkan perizinan dari BPOM tersebut berupa kode registrasi dengan kode ML (merek Luar). Sayangnya, untuk mendapatkan izin itu, Agoes mesti menambah investasinya. “Biaya yang kami keluarkan untuk mengurus izin itu juga tidak sedikit,” jelasnya.

Untuk satu merek minol saja, importir harus merogoh kocek senilai Rp 3 juta, dan uang itu belum termasuk biaya pemeriksaan laboratorium yang juga harus didanai oleh importir. Sementara importir mengimpor berbagai macam merek yang sesuai dengan pemintaan di pasar di dalam negeri. “Setidak merek diwajibkan memiliki kode ML sendiri, kalau dihitung investasinya ini sangat besar sekali,” ungkap Agus.

Dari hitungan Agoes, untuk mendapatkan kode ML sejak dari pemeriksaan laboratorium sampai dengan biaya izin diperkirakan bisa menghabiskan uang ratusan juta bahkan sampai miliaran rupiah untuk 25 kontainer produk minol yang masih tertahan di pelabuhan tersebut.

“Yang menjadi masalah lagi, izin BPOM itu hanya berlaku enam bulan saja,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×