Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut menanggapi rencana penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium yang akan dijalani PT Pertamina (Persero), khususnya di wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali).
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, kebijakan penghapusan Premium bukanlah hal yang baru di Indonesia. Tahun 2017 lalu sebenarnya sudah ada kebijakan pengetatan konsumsi Premium di area Jamali. Namun, kebijakan tersebut hanya bertahan sampai pertengahan 2018 karena permintaan Premium melonjak saat Lebaran.
Rencana penghapusan Premium sebenarnya sejalan dengan mandat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) No. 20 Tahun 2017. Dalam beleid tersebut, masyarakat diharapkan mengkonsumsi BBM dengan research octane number (RON) minimal 91. Adapun Premium memiliki nilai RON 88.
Baca Juga: Pengamat: Penghapusan BBM jenis premium perlu diimbangi penurunan harga pertamax
Tulus juga menilai, sudah seharusnya Premium ditinggalkan oleh masyarakat. Di dunia pun, tinggal 7 negara lagi yang masih mengkonsumsi Premium, salah satunya Indonesia.
Penggunaan Premium dianggap sudah tidak sesuai dengan semangat perbaikan kondisi lingkungan yang terus digaungkan oleh negara-negara global. Memburuknya kualitas udara yang terjadi di beberapa kota besar Indonesia, termasuk Jakarta, sebagian besar disebabkan oleh polusi transportasi darat yang menggunakan BBM beroktan rendah, salah satunya Premium.
“75% pencemaran udara disebabkan oleh transportasi darat, khususnya kendaraan pribadi yang menggunakan BBM tidak ramah lingkungan. Kualitas udara yang buruk dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat,” ungkap dia, Minggu (15/11).
Baca Juga: Formula EOR Blok Rokan terganjal restu Chevron? Begini kata Pertamina
Tulus yakin, secara umum Pertamina memiliki keandalan infrastruktur sehingga siap untuk mewujudkan penggunaan BBM ramah lingkungan. Sehingga dengan kata lain, seharusnya Pertamina sudah siap apabila Premium jadi dihapus.
Dengan begitu, saat ini yang paling dibutuhkan adalah konsistensi regulasi dan sinergitas antar kementerian atau lembaga, termasuk pemerintah pusat. “Selama ini implementasi BBM ramah lingkungan justru terkendala adanya regulasi dan kebijakan yang tidak konsisten oleh pemerintah pusat,” imbuh Tulus.
YLKI juga menilai, di masa transisi penghapusan Premium, sudah seharusnya masyarakat diberi kemudahan-kemudahan seperti harga promo produk BBM berkualitas. Dalam hal ini, jangan sampai timbul asumsi bahwa BBM ramah lingkungan lebih mahal dari segi harga.
Baca Juga: Jangan tanya lagi! Freeport tak bangun smelter baru, cuma ekspansi smelter eksisting
Hal ini sebenarnya sudah dijalankan oleh Pertamina melalui berbagai promo harga BBM Pertamax dan Dexlite Series. Pertamina juga beberapa kali menjual produk Pertalite seharga Premium sebagai bagian Program Langit Biru.
“Masyarakat memang sensitif soal harga. Jika masih ada pilihan produk yang lebih murah, tentu mereka akan pilih itu,” tandas Tulus.
Selanjutnya: Bidik peluang permintaan energi dalam negeri, bisnis Elnusa (ELSA) terus mengalir
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News