kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.425.000   10.000   0,41%
  • USD/IDR 16.638   -47,00   -0,28%
  • IDX 8.603   54,58   0,64%
  • KOMPAS100 1.188   6,78   0,57%
  • LQ45 854   2,64   0,31%
  • ISSI 305   2,12   0,70%
  • IDX30 439   0,39   0,09%
  • IDXHIDIV20 509   2,94   0,58%
  • IDX80 133   0,53   0,40%
  • IDXV30 140   1,30   0,94%
  • IDXQ30 140   0,50   0,36%

Surplus 3,87 Juta Ton, Harga Beras Masih Tertahan


Selasa, 02 Desember 2025 / 11:07 WIB
Surplus 3,87 Juta Ton, Harga Beras Masih Tertahan
ILUSTRASI. Petugas memeriksa stok beras di gudang penyimpanan Bulog Batam, Kepulauan Riau, Rabu (26/11/2026). Bulog Batam menyebutkan ketersediaan beras mencapai 3.193 ton yang diproyeksikan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Batam selama empat hingga lima bulan ke depan. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/foc.


Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Nina Dwiantika

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indonesia bakal menutup 2025 dengan surplus beras, namun harga komoditas pangan utama itu akan tetap sulit turun dalam waktu dekat. Struktur biaya produksi yang tinggi dan persoalan distribusi membuat kelebihan pasokan belum cukup menekan harga di tingkat konsumen.

Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economics, Eliza Mardian menilai, kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah menjadi salah satu faktor yang menjaga harga beras tetap pada tren tinggi. Menurutnya, meski ada surplus, harga tidak bisa langsung disesuaikan karena produsen perlu menjaga margin keuntungan.

“Suplai memang surplus, tapi efisiensi biaya belum mendukung harga turun. Demi menjaga margin, harga beras tidak bisa serta-merta diturunkan,” ujar Eliza kepada KONTAN belum lama ini.

Ia menyoroti komponen tenaga kerja yang masih menyumbang lebih dari 50% biaya produksi beras. Tanpa mekanisasi dan adopsi teknologi, efisiensi pada level produksi sulit tercapai. Produktivitas nasional yang masih di kisaran 6 ton per hektare juga dianggap belum optimal. Lembaga ini mendorong kenaikan produktivitas di atas level tersebut serta perbaikan indeks pertanaman, yang saat ini rata-rata di bawah dua kali tanam per tahun.

Baca Juga: Pertanian Berkelanjutan Produksi Beras Rendah Karbon, Perpadi Ungkap Keunggulannya

Ketergantungan sawah pada hujan membuat banyak lahan sulit ditanami dua kali setahun. Padahal, menurut Eliza, jika indeks pertanaman minimal mencapai dua kali tanam per tahun, dampaknya bisa signifikan menurunkan harga secara agregat.

Sementara itu, konsumsi beras nasional diperkirakan mencapai 31,5 juta hingga 32 juta ton per tahun, setara 2,7 juta ton per bulan. Dengan kebutuhan tersebut, stok 5 juta ton hanya cukup untuk sekitar dua bulan.

Di sisi lain, distribusi yang belum efisien juga dinilai berkontribusi terhadap lonjakan harga. Kelebihan produksi di tingkat nasional tak otomatis merefleksikan ketersediaan merata di pasar. Karena itu, Eliza mendorong penguatan sistem pemantauan distribusi dari hulu ke hilir.

Pemerintah bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah diminta memperketat pelacakan aliran beras guna menekan potensi penumpukan stok oleh oknum tertentu, termasuk melalui penegakan hukum yang lebih tegas. Upaya itu, menurutnya, penting untuk menjaga stabilitas harga di pasar domestik.

Baca Juga: Stok Beras Bulog Tembus Rekor Tahun Ini, Ini Catatan Akademisi

Selanjutnya: 7 Daftar Promo Awal Bulan Desember 2025, Jajan Chatime hingga Mako Bakery Lebih Hemat

Menarik Dibaca: 7 Daftar Promo Awal Bulan Desember 2025, Jajan Chatime hingga Mako Bakery Lebih Hemat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×