Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Edy Can
JAKARTA. Hingga batas waktu 1 Januari lalu, masih ada eksportir yang belum mengantongi sertifikat legalitas kayu. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, ada 220 eksportir yang belum mempunyai sertifikat legalitas kayu.
Sementara eksportir yang telah memiliki sertikat sebanyak 460 eksportir. Sertifikat legalitas kayu ini merupakan amanat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan yang mengharuskan produk kehutan memiliki dokumen v-legal.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutaan Dwi Sudharto menyatakan eksportir yang bersertifikat telah siap melakukan ekspor. Dengan mulai resmi berlakunya sistem verifikasi legal kayu ini, Pemerintah Indonesia akan mengawal produk kehutanan yang telah dilengkapi dengan dokumen verifikasi legalitas kayu (V-Legal) untuk tujuan ekspor untuk memastikan produk tersebut diterima di negara tujuan tanpa hambatan.
Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan Bambang Hendroyono memastikan produk kehutanan yang telah dilengkapi dengan dokumen v-legal memiliki keabsahan yang teruji berdasarkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Untuk itu, dia menyerukan agar konsumen di negara tujuan ekspor tidak perlu ragu membeli produk tersebut.
“Kami juga akan mengawal produk tersebut sehingga dipastikan tidak dikenai proses tambahan untuk masuk ke negara tujuan,” kata Bambang.
Bambang menjelaskan, SVLK dibangun dengan melibatkan seluruh para pihak dan menggunakan pihak independen dalam proses verifikasinya. Hal itu menjadikan SVLK sebagai sebuah sistem yang transparan dan akuntabel untuk menjamin legalitas kayu.
Khusus untuk konsumen Uni Eropa, Bambang menegaskan, SVLK telah diakui oleh Uni Eropa dan akan menjadi bagian dari perjanjian kemitraan sukarela (Voluntary Partnership Agreement/VPA) untuk penegakan hukum, tata kelola, dan perdagangan sektor kehutanan, antara Indonesia dengan kelompok negara tersebut. “Jadi konsumen Eropa juga tidak perlu khawatir dan ragu membeli produk berbasis kayu Indonesia,” kata Bambang.
Bambang menyatakan, penerapan SVLK adalah peluang untuk bisa meningkatkan kinerja ekspor produk kehutanan. Dia optimis ekspor produk kehutanan Indonesia bisa meningkat paling tidak 10% meski situasi pasar saat ini tengah lesu.
Ketua Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Pertukangan (ISWA) Soewarni berharap tidak ada gangguan dalam proses ekspor setelah pemberlakuan SVLK. Dia juga berharap, pemerintah bisa menggencarkan kampanye untuk meningkatkan kesadaran konsumen kayu akan produk dengan dokumen v-legal, khususnya untuk wilayah Uni Eropa. “Sebab kawasan Eropa termasuk yang cukup signifikan terhadap pemasaran produk kayu Indonesia,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News