Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang telah diakui oleh negara-negara konsumen, mampu memberikan kepastian akses pasar bagi produk kayu Indonesia, kata Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono.
Di sela pameran International Furniture & Craft Fair Indonesia (IFFINA) 2015, Bambang Hendroyono menyatakan SVLK yang dijalankan dengan melibatkan multi pihak juga menjadi bagian penting pencegahan pembalakan dan perdagangan kayu ilegal.
"SVLK mengatur para pelaku industri kehutanan agar menerapkan konsep pengelolaan hutan berkelanjutan. SVLK adalah soft approach untuk menanggulangi pembalakan dan perdagangan kayu ilegal, sekaligus memperbaiki tata kelola kehutanan di Indonesia,” katanya, Senin (16/3).
Bambang menambahkan SVLK bersifat wajib dan merupakan komitmen nasional untuk menjadi sistem yang kredibel, selain itu menjawab dunia internasional yang mewajibkan eksportir kayu dan produk kayu memiliki bukti legalitas kayu.
Permintaan di antaranya adalah 'Amandemen Lacey Act' di Amerika Serikat, 'EU Timber Regulation' di Uni Eropa, 'Illegal logging Prohibition Act' di Australia dan Jepang dengan 'Green Konyuho'.
"Artinya, dengan bersertifikasi SVLK para eksportir kayu dan produk kayu dapat memperluas akses pasar dengan membuktikan bahwa ekspornya tidak berasal dari pembalakan liar," kata Bambang.
Bukti kredibilitas SVLK adalah lancarnya negosiasi kemitraan sukarela dengan Uni Eropa untuk penegakan hukum, perbaikan tata kelola, dan perdagangan sektor kehutanan (FLEGT-VPA), sistem ini juga diakui oleh pemerintah Australia lewat Country Specific Guideline for Indonesia.
"Dengan pengakuan ini, diharapkan produk kayu Indonesia yang masuk ke Uni Eropa dan Australia akan bebas 'due diligence', sehingga memberikan insentif dan keuntungan komparatif," katanya.
Sejak Indonesia menandatangani VPA dengan Uni Eropa pada 2013, maka nilai ekspor Indonesia telah meningkat 3,5 % dan sejak 2013 sebanyak 1.494 unit usaha telah memiliki sertifikasi SVLK.
Bambang menyatakan, untuk mendukung implementasi SVLK, pemerintah memberi sejumlah kemudahan terutama bagi usaha kehutanan skala kecil dan menengah seperti hutan rakyat dan industri mebel dan kerajinan.
Misalnya dengan sertifikasi secara berkelompok, serta pendampingan dan bantuan biaya sertifikasi, termasuk dukungan tersebut adalah mempromosikan industri kecil dan mikro (IKM) yang sudah mendapat memiliki SVLK untuk memperluas akses pasar seperti pada IFFINA 2015.
Dukungan tersebut juga datang dari Multistakeholder Forestry Programme 3 (MFP3), sebuah program kerja sama bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Inggris untuk memperbaiki tata kelola sektor kehutanan.
Bambang menjelaskan keterlibatan IKM pada ajang internasional diharapkan bisa meningkatkan inovasi produk dan merebut pasar, selain itu juga memperkenalkan IKM sebagai penghasil 100 % produk yang tersertifikasi.
Dengan demikian, citra positif akan terbangun di tingkat internasional bahwa Indonesia berkomitmen untuk memberantas pembalakan liar dengan sistem yang mengatur pengelolaan hutan berkelanjutan, SVLK.
Sebelumnya Ketua umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Taufik Gani menyatakan manfaat SVLK sangat dirasakan, misalnya dengan berkurangnya tekanan dari LSM lingkungan dan mampu menyumbat aliran kayu ilegal ke negara pesaing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News