Reporter: Petrus Dabu | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. PT Agincourt Resources, pengelola tambang emas Martabe di Kecamatan Batangtoru, Propinsi Sumatera Utara merumahkan 900 karyawan dan kontraktornya. Ini merupakan buntut dari tidak beroperasinya perusahaan tambang tersebut sejak 19 September 2012 lalu.
Kegiatan tambang dihentikan karena sejumlah masyarakat setempat menolak pembangunan pipa untuk pembuangan limbah sisa hasil pengolahan emas ke sungai tersebut.
Peter Albert, Presiden Direktur PT Agincourt Resources mengatakan pihaknya terpaksa merumahkan karyawan-karyawan tersebut. " Meski sementara ini kami masih mampu menyediakan gaji pokok, namun kami sungguh membutuhkan solusi nyata dalam beberapa hari ke depan agar kami bisa beroperasi kembali. Tanpa penuntasan pemasangan pipa, Tambang Emas Martabe tidak dapat beroperasi. Akibatnya tidak ada pemasukan untuk membayar gaji karyawan, biaya operasional, dan biaya terkait lain, termasuk program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan," ujarnya dalam keterangan kepada pers, Selasa (9/10).
Albert mengatakan tambang emas Martabe mempekerjakan lebih dari 2.700 orang. Sebanyak 70% di antaranya berasal dari penduduk lokal Batangtoru dan sekitarnya.
Selain banyak mempekerjakan masyarakat lokal, menurutnya, pertambangan emas Martabe merupakan investasi terbesar di industri tambang selama sepuluh tahun terakhir, dengan total angka investasi, belanja modal, dan modal kerja perusahaan mendekati US$ 900 Juta atau setara Rp 8,5 Triliun (1 USD Dolar AS = Rp 9.500) yang sebagian besar dibelanjakan di Indonesia.
Saat produksi penuh, kata dia, potensi pendapatan yang diperoleh tambang emas Martabe (sebelum dikurangi biaya-biaya, pajak, royalti, dan lainnya) mencapai US$ 1,5 juta atau sekitar Rp 14,3 miliar per hari .
Pemerintah Pusat juga menerima lebih dari 30 % dari keuntungan tambang dalam bentuk berbagai pendapatan pajak dan royalty. Pemerintah Provinsi Sumatra Utara dan Kabupaten Tapanuli Selatan memperoleh dividen dari 5% saham tambang yang mereka miliki. Semua hitungan itu, menurut Albert, hilang akibat aksi penolakan yang menghambat jalannya pemasangan pipa air.
“Kami sangat yakin kesepahaman akan tercapai dan instalasi pipa tersebut bisa segera dibangun. Kami juga yakin pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak akan bersedia kehilangan peluang pertumbuhan sosial dan ekonomi berarti yang bisa dipetik oleh masyarakat Tapanuli Selatan, Sumatra Utara dan Indonesia pada umumnya dari kehadiran Tambang Emas Martabe,” ujarnya.
Menurutnya, pengaliran air ke Sungai Batangtoru ini sudah melalui studi kelayakan intensif dan mendapat izin seperti tertera dalam dokumen AMDAL yang disetujui Bupati Tapanuli Selatan, Maret 2008. Kelebihan air – sebagian besar diakibatkan tingginya curah hujan - akan diproses dalam Instalasi Pemurnian Air (atau Water Polishing Plant - WPP) yang telah dirancang dan dibangun di dalam areal Tambang Emas Martabe, dan memenuhi standar baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 202/2004 sebelum dilepas kembali ke lingkungan.
Meski demikian masyarakat setempat tetap menolak pengairan ke Sungai Batangtoru tersebut. "Ada informasi salah yang beredar di masyarakat mengenai air beracun dan isu lain terkait aliran air ke sungai yang akan mencemari lingkungan. Ini sama sekali tidak benar, Pemerintah Indonesia tidak akan pernah menyetujui dialirkannya air beracun, Tambang Emas Martabe pun tidak akan pernah mengambil langkah yang jelas-jelas akan berdampak negatif pada lingkungan. Kami sepenuhnya berkomitmen pada upaya pelestarian sosial dan lingkungan, beroperasi dengan standar tertinggi yang akan menjamin keuntungan bagi semua pemangku kepentingan," ujarnya.
Karena itu, dia meminta ketegasan dan aksi nyata dari para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah untuk menjernihkan masalah ini.
Tambang Emas Martabe terletak di sisi barat pulau Sumatera, Kecamatan Batang Toru, Propinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah 1.639 km2, di bawah Kontrak Karya generasi keenam ("CoW") yang ditandatangani April 1997. Tambang Emas Martabe kini telah memiliki sumber daya 8,05 juta oz emas dan 77 juta oz perak dan ditargetkan mulai berproduksi di bulan Juli 2012, dengan kapasitas per tahun sebesar 250.000 oz emas dan 2-3 juta oz perak berbiaya rendah.
Pemegang saham Tambang Emas Martabe adalah G-Resources Group Ltd sebesar 95 persen, dan pemegang 5 persen saham lainnya adalah PT Artha Nugraha Agung, yang 70 persen sahamnya dimiliki Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan 30 persen dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Sumatra Utara. Dua ribu orang saat ini bekerja di Tambang Emas Martabe, 70% nya direkrut dari masyarakat di empat belas desa di sekitar tambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News