Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Praktik penambangan batubara ilegal di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto kembali disorot.
Operasi yang dilakukan Bareskrim Polri mengungkap aktivitas tambang tanpa izin ini telah berlangsung sejak 2016, dan menyebabkan kerugian negara hingga Rp 5,7 triliun.
Kerugian tersebut terdiri dari pengurasan sumber daya batubara (deplesi) senilai Rp 3,5 triliun serta kerusakan lingkungan hutan sebesar Rp 2,2 triliun.
Baca Juga: Bareskrim Ungkap Tambang Ilegal di IKN yang Rugikan Negara Rp 5,7 Triliun
Dalam penggerebekan tersebut, kepolisian menyita 351 kontainer batubara ilegal, sejumlah alat berat, serta menetapkan tiga tersangka.
Modus yang digunakan pelaku adalah dengan memalsukan dokumen izin usaha pertambangan (IUP) dari perusahaan legal seperti PT MMJ dan PT BMJ.
Batubara ilegal dikumpulkan di stockroom, dikemas dalam karung, lalu dikirim melalui jalur laut menggunakan kontainer dari Pelabuhan Kariangau Terminal (KKT) Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menilai kasus ini merupakan bukti dari kegagalan sistemik pengawasan sektor pertambangan.
Peneliti PWYP Indonesia, Adzkia Farirahman (Azil), menilai keberadaan tambang ilegal di kawasan prioritas nasional seperti IKN selama hampir satu dekade mencerminkan kelumpuhan deteksi dini.
Baca Juga: Menteri ESDM Serahkan Kasus Tambang Ilegal di IKN ke Aparat Penegak Hukum
“Bagaimana mungkin tambang ilegal bisa beroperasi begitu lama tanpa terdeteksi di kawasan yang semestinya menjadi simbol kota hijau rendah emisi karbon?” ujar Azil dalam keterangan resmi, Selasa (22/7).
PWYP mendorong investigasi menyeluruh terhadap seluruh rantai pelaku, mulai dari penambang, perusahaan pelayaran, pemilik izin, hingga pejabat dan pengelola pelabuhan.
Azil juga mengkritisi efektivitas Satgas Penanganan Tambang Ilegal yang dibentuk Otorita IKN bersama aparat hukum sejak 5 September 2023.
Menurutnya, meski satgas tersebut dibentuk untuk mencegah penambangan ilegal di kawasan IKN, kenyataannya tidak mampu menghentikan operasi ilegal berskala besar.
Ia mendesak adanya audit menyeluruh terhadap seluruh IUP di sekitar IKN dan pemberian sanksi tegas terhadap perusahaan yang memalsukan dokumen.
Baca Juga: PWYP: Kasus Tambang Ilegal di IKN Bukti Lemahnya Pengawasan Minerba
PWYP juga mendorong penguatan sistem pemantauan berbasis digital dan pelibatan masyarakat dalam pengawasan lapangan.
Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 Kaltim sekaligus anggota koalisi PWYP, menegaskan kasus ini bukan insiden tunggal.
Ia mengungkapkan bahwa peredaran batubara ilegal masih marak terjadi di Kalimantan Timur. Karena itu, ia meminta agar pengusutan tidak berhenti pada tiga tersangka semata.
“Bukan hanya tiga orang yang terlibat. Harus diusut siapa saja yang menerima dan mendapatkan keuntungan dari praktik ilegal ini,” kata Buyung.
Buyung juga mengkritik lemahnya koordinasi dan respons instansi penegak hukum di daerah, termasuk Polda Kaltim, Pemerintah Daerah, dan Otorita IKN. Ia mempertanyakan mengapa kasus ini justru diungkap oleh Bareskrim dan bukan oleh aparat lokal.
Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan penanganan tambang ilegal sepenuhnya menjadi domain aparat penegak hukum (APH), bukan Kementerian ESDM.
“Kalau tambang ilegal itu kan ranahnya aparat penegak hukum. Kami hanya mengawasi tambang yang memiliki izin,” ujar Bahlil, Jumat (18/7).
Baca Juga: Apa Kabar Pembangunan IKN di Bawah Pemerintahan Prabowo? Ini Jawaban OIKN
Adapun tambang ilegal yang ditemukan berada di kawasan Tahura Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, yang masuk dalam kawasan IKN.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, mengatakan aktivitas ilegal tersebut mencakup area seluas 160 hektare dan telah berlangsung selama sembilan tahun.
Adapun, Kementerian ESDM pada 25 Juni lalu meresmikan pembentukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) ESDM dan menunjuk Rilke Jeffri Huwae sebagai direktur jenderalnya.
Ditjen Gakkum menjadi direktorat kelima di lingkungan Kementerian ESDM, melengkapi Ditjen Minerba, Ditjen Migas, Ditjen Ketenagalistrikan, dan Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).
Selanjutnya: Tambang Ilegal di Kawasan IKN Dinilai Rugikan Negara Rp 5,7 Triliun
Menarik Dibaca: Fitur Lifestyle Hadir di PLN Mobile, Perluas Layanan ke Ranah Hiburan dan Gaya Hidup
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News