Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN), dari semula 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, dinilai juga akan berpengaruh pada kinerja sektor pertambangan, termasuk batubara.
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan kenaikan PPN 12% akan berdampak pada meningkatnya biaya produksi di sektor pertambangan.
"Biaya input yang lebih tinggi, sehingga akan ada tekanan arus kas," ungkapnya saat dihubungi Kontan, Senin (25/11).
Baca Juga: Saham Emiten Batubara Semakin Membara
Menurutnya, sebelum menerapkan kebijakan ini, pemerintah harus bisa memastikan sektor pertambangan dalam negeri tetap kompetitif.
Senada, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia/Indonesia Coal Mining Association (APBI/ICMA) mengatakan kenaikan PPN menjadi 12% tentunya akan menambah biaya produksi perusahaan pertambangan batubara.
"Kenaikan biaya produksi perusahaan tentunya akan dibebankan pada harga batubara atau produk akhir yang pada akhirnya konsumen terakhir yang akan menanggung beban kenaikan PPN," ungkap Plt Direktur Eksekutif APBI/ICMA Gita Mahyarani saat dihubungi, Selasa (24/11).
Bukan hanya itu, kenaikan ini juga akan berdampak pada minat investasi oleh investor ataupun pembelian barang modal oleh perusahaan karena kenaikan beban PPN.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menyebut saat ini tren Average selling price (ASP) atau harga jual rata-rata batubara untuk ekspor sedang mengalami penurunan. Sehingga kenaikan PPN akan semakin menambah beban perusahaan batubara, khususnya yang berorientasi ekspor.
"Iya betul, akan menambah beban pelaku usaha pertambangan, biaya produksi akan naik dan pengeluaran akan bertambah, namun pendapat justru berpotensi turun karena harga komoditas cenderung turun," katanya kepada Kontan, Selasa (26/11).
Baca Juga: Indo Tambangraya Megah Targetkan Volume Batubara Terjual di 2024 Capai 24,5 Juta Ton
Untuk meringankan beban, Bisman bilang pemerintah dapat memberikan kompensasi atau keringanan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari batubara.
"Opsi yang paling mungkin adalah pemberian kompensasi atau keringanan PNBP," ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) menargetkan rencana produksi batubara sebesar 710 juta ton hingga akhir tahun ini. Namun, berdasarkan data dari Mineral One Data Indonesia (MODI) per 15 November 2024, produksi batubara nasional telah mencapai 711,37 juta ton atau 100,19% dari rencana awal. Dengan realisasi ekspor batubara mencapai 359,62 juta ton batubara dan realisasi domestik mencapai 316,06 juta ton.
Disisi lain, saat ini industri batubara dalam negeri juga masih harus memenuhi domestic market obligation (DMO) batu bara untuk memasok ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT PLN (Persero). Dengan harga wajib atau domestic price obligation (DPO) batubara yang telah ditentukan pemerintah senilai US$ 70/ton.
Selanjutnya: Ancaman Tarif Trump terhadap Mitra Dagang Utama Mengguncang Pasar
Menarik Dibaca: Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Gencatan Senjata Timur Tengah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News