kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.387.000   9.000   0,38%
  • USD/IDR 16.655   -35,00   -0,21%
  • IDX 8.546   -56,26   -0,65%
  • KOMPAS100 1.180   -13,23   -1,11%
  • LQ45 852   -12,74   -1,47%
  • ISSI 302   -1,64   -0,54%
  • IDX30 440   -5,94   -1,33%
  • IDXHIDIV20 508   -7,68   -1,49%
  • IDX80 133   -1,71   -1,28%
  • IDXV30 137   -0,85   -0,62%
  • IDXQ30 140   -2,66   -1,87%

Tekanan Industri Batubara 2026 Makin Kencang! Stabilitas Kebijakan Diperlukan


Kamis, 27 November 2025 / 16:55 WIB
Tekanan Industri Batubara 2026 Makin Kencang! Stabilitas Kebijakan Diperlukan
ILUSTRASI. Foto udara suasana bongkar muat di tempat penampungan sementara batu bara, Muaro Jambi, Jambi, Selasa (25/11/2025). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batu bara (minerba) telah mencapai 92 persen atau sebesar Rp114 triliun dari target yang termaktub di dalam APBN 2025 sebesar Rp124,7 triliun. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/bar


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI–ICMA) menyoroti beberapa isu penting dalam industri batubara. Ada kondisi pasar, kebijakan B50, kebijakan bea keluar, kebijakan infrastruktur jalan di daerah, sampai dengan penanggulangan petambang tanpa izin (PETI).

Saat ini APBI memiliki anggota 157 perusahan yang terdiri dari produsen batubara dan penunjang pertambangan. Pengusaha fokus pada pentingnya stabilitas kebijakan di tengah dinamika pasar global yang sangat fluktuatif guna menjaga ketahanan industri.

APBI–ICMA menekankan bahwa melemahnya harga batubara internasional, disertai kenaikan biaya produksi dan logistik, menuntut kebijakan yang lebih adaptif, terukur, dan mampu menjaga kesinambungan investasi jangka panjang.

Sinkronisasi kebijakan strategis pemerintah menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan operasi dan daya saing pelaku usaha. Ketua Umum APBI–ICMA Priyadi menyampaikan bahwa APBI–ICMA memahami dan mendukung tujuan pemerintah untuk mengurangi impor solar.

Namun, mekanisme implementasi B40 perlu dikaji lebih dalam untuk sektor tambang, karena karakter operasi tiap komoditas dan wilayah berbeda, mulai dari variasi stripping ratio, jarak dan rute hauling, hingga kondisi infrastruktur yang mempengaruhi struktur biaya produksi.

"Hilangnya subsidi untuk non-PSO semakin menekan arus kas, sehingga tambahan beban biaya operasional sangat memengaruhi ketahanan usaha di tengah fluktuasi harga komoditas," ungkap dia, dalam Editor Gathering 2025, Kamis (27/11).

Ia menegaskan bahwa industri tambang mendukung transisi energi, namun penahapan yang realistis mutlak diperlukan. Sebelum melangkah ke B50, pemerintah perlu memastikan implementasi B40 berjalan stabil dengan skema kompensasi yang proporsional, agar industri mampu beradaptasi tanpa
kehilangan daya saing, dan pada akhirnya mendukung keberlangsungan produksi serta penerimaan negara yang tetap optimal.

Proyeksi Pasar dan Tantangan Fiskal

Di sisi pasar, data APBI-ICMA mencatat permintaan ekspor batubara global masih menunjukkan pertumbuhan moderat. Kebutuhan pasar ekspor diproyeksikan mencapai sekitar 1,069 miliar ton pada 2026, atau tumbuh sekitar 0,5%.

Angka ini mengonfirmasi bahwa batubara tetap menjadi sumber energi andalan dalam jangka pendek-menengah bagi banyak negara. Asosiasi memproyeksikan permintaan dari pasar seperti China dan India akan tetap stabil dan kuat, didorong oleh kebutuhan energi untuk pemulihan industri dan pertumbuhan ekonomi mereka, meskipun berangsur menurun.

Selain itu potensi pertumbuhan yang signifikan dari negara-negara di Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Filipina masih terbuka. Hal ini menegaskan bahwa batubara tetap menjadi sumber energi andalan dalam jangka pendek-menengah bagi banyak negara.

“Di tengah peluang ekspor tersebut, komitmen anggota APBI-ICMA dalam memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) tidak berubah. Pemenuhan pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri, khususnya sektor ketenagalistrikan, tetap menjadi prioritas untuk menjaga ketahanan energi nasional,” ujar Priyadi.

Forum ini juga menyoroti wacana penerapan kebijakan fiskal baru seperti bea ekspor. APBI–ICMA memandang bahwa instrumen fiskal idealnya diterapkan pada saat industri menikmati windfall profit.

Kebijakan fiskal yang tepat waktu dan proporsional sangat krusial. Penerapan terkait kebijakan tersebut sebaiknya tidak memberikan tekanan tambahan ketika margin industri sedang tertekan, agar kelancaran kontrak jangka panjang dan daya saing Indonesia di pasar internasional dapat terjaga.

Asosiasi juga menekankan urgensi penegakan hukum terhadap aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang tidak hanya merugikan dari aspek keselamatan dan lingkungan, tetapi juga berpotensi menyebabkan kehilangan penerimaan negara. Upaya penertiban yang sistematis dan terkoordinasi lintas lembaga mutlak diperlukan. 

Lebih lanjut, APBI–ICMA menegaskan bahwa pemberantasan aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) merupakan agenda mendesak yang tidak bisa ditawar.

Praktik ilegal ini bukan hanya merugikan secara ekonomi melalui hilangnya penerimaan negara, tetapi juga membawa dampak negatif yang sangat
besar pada aspek keselamatan kerja, kelestarian lingkungan, serta menciptakan distorsi pasar yang tidak sehat.

"Untuk itu, kami mendorong adanya operasi penertiban yang lebih sistematis, terintegrasi, dan dilakukan secara berkelanjutan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait," ujar dia.

Di sisi lain, perkembangan sejumlah kebijakan seperti perizinan di wilayah IKN, regulasi transportasi batubara, serta rencana harmonisasi peraturan di tingkat pusat dan daerah memerlukan koordinasi yang erat agar implementasinya tidak mengganggu rantai pasok.

Ketersediaan waktu transisi dan kesiapan infrastruktur menjadi kunci untuk memastikan kebijakan berjalan efektif tanpa menimbulkan hambatan operasional.

Selain itu, tantangan logistik terus menjadi hambatan yang menekan efisiensi industri. Pembatasan waktu operasional di Sungai Musi, pendangkalan di Sungai Mahakam, larangan penggunaan jalan umum untuk angkutan batubara di Sumatera Selatan, serta kenaikan tarif di pelabuhan STS Muara Berau semakin menambah biaya transportasi dan memperkecil margin perusahaan.

Kondisi geografis tambang-tambang di Pulau Sumatera yang jauh dari pelabuhan utama juga menjadi tantangan tersendiri yang berdampak pada kelancaran rantai pasok.

Melihat kompleksitas tantangan tersebut, APBI–ICMA menekankan perlunya kesinambungan kebijakan untuk menjaga daya saing industri sekaligus ketahanan energi nasional.

“Industri membutuhkan integrasi kebijakan lintas sektor, percepatan pembangunan infrastruktur logistik, serta penyelarasan regulasi dari pusat hingga daerah. Stabilitas kebijakan bukan hanya kebutuhan pelaku usaha, tetapi juga kebutuhan negara untuk memastikan pasokan energi tetap terjamin dan industri dapat terus memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian,” ujar Priyadi.

Melalui acara Editor Gathering 2025, APBI–ICMA berharap sinergi dan kerja sama antara industri, regulator, dan media massa dapat semakin diperkuat. Komunikasi yang akurat dan konstruktif diharapkan mampu mendorong terciptanya ekosistem pertambangan yang lebih tangguh, efisien, dan berkelanjutan
dalam menghadapi tantangan tahun 2026.

Selanjutnya: Kawal Penyaluran KUR, Kementerian UMKM Siapkan Sidak dan Aplikasi Sapa UMKM

Menarik Dibaca: Promo Berhadiah Indomaret 27 November-10 Desember 2025, Cokelat Beli 1 Gratis 1

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×