kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.800   4,00   0,02%
  • IDX 6.262   8,20   0,13%
  • KOMPAS100 896   3,65   0,41%
  • LQ45 707   -0,42   -0,06%
  • ISSI 194   0,88   0,46%
  • IDX30 372   -0,72   -0,19%
  • IDXHIDIV20 450   -1,01   -0,22%
  • IDX80 102   0,35   0,35%
  • IDXV30 106   0,47   0,45%
  • IDXQ30 122   -0,87   -0,70%

Terjepit Tarif AS yang Tinggi, Pengusaha Perikanan Menjerit Minta Dukungan Pemerintah


Jumat, 11 April 2025 / 18:39 WIB
Terjepit Tarif AS yang Tinggi, Pengusaha Perikanan Menjerit Minta Dukungan Pemerintah
ILUSTRASI. Tarif resiprokal yang diterapkan oleh AS terhadap produk perikanan Indonesia akan berdampak besar terhadap industri perikanan Tanah Air. ANTARA FOTO/Mario Sofia Nasution/sgd/Spt.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap produk perikanan Indonesia akan berdampak besar terhadap industri perikanan Tanah Air. 

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Perikanan Indonesia (AP51), Budhi Wibowo, industri ini terimbas cukup serius, terutama pada sektor hilir yang memiliki margin keuntungan di bawah 5%. 

Dengan tarif tinggi, pengusaha kesulitan menanggung beban biaya, sementara buyer di pasar internasional juga tidak dapat menutup biaya tambahan tersebut.

Budhi Wibowo menegaskan bahwa dampak tarif ini akan mempengaruhi seluruh rantai pasokan industri perikanan, mulai dari sektor budidaya hingga penangkapan ikan. 

“Dengan tarif yang tinggi, seluruh sektor, dari budidaya hingga nelayan, akan sangat terdampak,” ujar Wibowo kepada KONTAN, Jumat (11/4).

Baca Juga: KKP Optimistis Ekspor Perikanan dapat Tumbuh 6,6% Jadi US$ 6,25 Miliar pada 2025

Untuk itu, AP51 mengusulkan kepada pemerintah Indonesia agar berupaya menurunkan tarif impor produk perikanan dari AS, bahkan berharap tarif tersebut bisa menjadi nol, mengingat volume impor produk perikanan dari AS yang relatif kecil, di bawah 2%. 

Wibowo juga menambahkan bahwa sektor perikanan telah lama berupaya mendiversifikasi pasar ekspor, namun hal tersebut tidak mudah dilakukan karena adanya perbedaan standar dan hambatan tarif serta non-tarif.

Terkait dengan diversifikasi pasar, pengusaha perikanan menghadapi banyak tantangan. Salah satunya adalah sertifikasi yang diperlukan untuk memasuki pasar negara lain yang berbeda dengan standar yang diterapkan di AS. 

Beberapa negara seperti Uni Eropa dan Rusia juga memberlakukan hambatan tarif yang cukup tinggi terhadap produk perikanan Indonesia, sementara negara pesaing seperti Vietnam menikmati tarif yang lebih rendah.

Tidak hanya itu, Wibowo juga mengungkapkan bahwa industri perikanan menghadapi masalah non-tarif, seperti pembatasan jumlah eksportir yang diizinkan memasuki pasar Uni Eropa dan sejumlah negara lain, serta ancaman larangan ekspor produk budidaya ke Uni Eropa yang akan berlaku pada 2026.

Baca Juga: Jaga Pasokan Pangan, Pemerintah Bakal Bangun 20 Ribu Ha Tambak Tahun Ini

“Banyak hambatan, baik tarif maupun non-tarif, yang menghalangi kami untuk mengembangkan pasar ekspor. Kami sangat berharap agar pemerintah bisa bernegosiasi untuk mengurangi hambatan-hambatan tersebut,” tambah Wibowo.

Lebih lanjut, Wibowo juga mengungkapkan harapan agar pemerintah segera melakukan langkah-langkah untuk mengurangi beban pengusaha, seperti merevisi tarif PNBP perikanan.

Kemudian, menghilangkan sementara pajak PPh untuk supplier, serta merelaksasi pajak badan dan angsuran kredit. 

Pengusaha perikanan juga berharap sektor perbankan dapat memberikan kelonggaran dalam hal pembayaran kredit dan bunga yang lebih rendah untuk membantu menjaga kelangsungan usaha.

“Dukungan pemerintah dalam mempermudah akses pasar, serta bantuan sektor perbankan sangat dibutuhkan untuk menjaga cash flow dan kelangsungan usaha kami,” pungkasnya.

Selanjutnya: Promo Alfamart Produk Spesial Mingguan hingga 15 April 2025, Sampo Diskon Rp 19.000

Menarik Dibaca: Promo Alfamart Produk Spesial Mingguan hingga 15 April 2025, Sampo Diskon Rp 19.000

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×