Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren mobil listrik dengan harga di bawah Rp 500 juta terus menunjukkan pertumbuhan signifikan di pasar otomotif Indonesia.
Menurut pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu, meningkatnya permintaan terhadap kendaraan ramah lingkungan yang lebih terjangkau menjadi pendorong utama, seiring dengan bertambahnya jumlah produsen yang masuk ke segmen ini.
“Daya beli terbesar masyarakat Indonesia saat ini berada di kisaran Rp 200 juta hingga Rp 500 juta,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (1/8).
Melihat peluang tersebut, sejumlah merek seperti Chery, BYD, Geely, Vinfast, hingga Polytron mulai menghadirkan produk dengan desain dan fitur kompetitif di segmen harga tersebut.
“Produsen mengoptimalkan biaya produksi dan efisiensi teknologi baterai, sehingga bisa menawarkan mobil listrik dengan harga lebih rendah tanpa mengorbankan kualitas,” kata Yannes.
Baca Juga: Wintrone Resmi Luncurkan Bus Listrik Orionis Sarvatra di GIIAS 2025
Selain itu, kebijakan insentif dari pemerintah juga turut mempercepat penetrasi pasar mobil listrik dalam negeri.
Yannes menyebut, di rentang harga Rp 200 juta – Rp 500 juta, Wuling Air EV menjadi mobil listrik paling diminati masyarakat. Dengan harga Rp 184 juta – Rp 252 juta, model ini menguasai sekitar 50% pangsa pasar.
Menyusul di belakangnya ada BYD Atto 1 (Rp 195 juta – Rp 235 juta), Aion UT (Rp 270 juta – Rp 330 juta), Wuling Binguo (Rp 317 juta – Rp 372 juta), Chery Omoda E5 (Rp 370 juta – Rp 400 juta), BYD M6 (Rp 383 juta – Rp 433 juta), BYD Dolphin (Rp 369 juta – Rp 429 juta), MG ZS (Rp 376 juta – Rp 417 juta), dan BYD Atto 3 (Rp 390 juta – Rp520 juta).
Untuk periode Januari–Juni 2025, mobil listrik paling laris adalah BYD M6, yang terjual sekitar 6.252 unit. Mobil ini merupakan MPV listrik tiga baris yang menyasar kebutuhan keluarga.
Namun, dari sisi infrastruktur, Yannes menilai ketersediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) masih belum sepenuhnya memadai, bahkan di kawasan metropolitan seperti Jabodetabek.
“Tantangan utamanya ada di biaya investasi untuk SPKLU fast charging yang relatif tinggi, sehingga mayoritas pengguna (sekitar 80%) masih mengandalkan pengisian daya di rumah,” jelasnya.
Dengan meningkatnya penetrasi mobil listrik dan dukungan insentif pemerintah, ke depan pasar kendaraan listrik Indonesia diperkirakan akan semakin berkembang. Namun, ketersediaan infrastruktur pengisian daya tetap menjadi faktor krusial yang perlu segera dibenahi.
Baca Juga: Fuso Pacu Efisiensi Kendaraan Niaga Lewat Suku Cadang Baru di GIIAS 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News