kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.350.000   -4.000   -0,17%
  • USD/IDR 16.665   -20,00   -0,12%
  • IDX 8.272   -2,63   -0,03%
  • KOMPAS100 1.147   -2,68   -0,23%
  • LQ45 828   0,00   0,00%
  • ISSI 290   -1,26   -0,43%
  • IDX30 434   0,97   0,22%
  • IDXHIDIV20 499   3,67   0,74%
  • IDX80 127   -0,55   -0,43%
  • IDXV30 136   -0,78   -0,57%
  • IDXQ30 138   0,41   0,30%

Ujungnya konsumen yang tanggung kenaikan biaya produksi makanan minuman


Kamis, 24 November 2011 / 22:17 WIB
Ujungnya konsumen yang tanggung kenaikan biaya produksi makanan minuman
ILUSTRASI. Tenaga kesehatan menyiapkan vaksin saat simulasi vaksinasi COVID-19 di RS Islam, Jemursari, Surabaya, Jawa Timur. ANTARA FOTO/Moch Asim/rwa.


Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman mengatakan situasi tahun depan akan sangat berat bagi industri karena terjadi kenaikan biaya produksi yang sangat tinggi. Ia belum menghitung berapa tambahan pengeluaran yang harus ditanggung perusahaan. "Tapi akan sangat berat karena UMP, tarif listrik dan gas naik," kata Adhi.

Adhi mengatakan kenaikan biaya itu akan memberikan efek domino seperti kenaikan semua bahan baku dan juga produk yang dijual ke konsumen.

Apalagi situasi ekonomi dunia juga belum menentu karena krisis finansial di Uni Eropa dan Amerika Serikat. Hal itu akan membuat situasi makin berat terutama bagi produk ekspor.

Mengenai kenaikan UMP, Adhi mengatakan Gapmmi melalui Apindo akan mengajukan permintaan revisi kenaikan UMP pada pemerintah di beberapa daerah. Salah satunya adalah kenaikan upah minimum bagi sektor makanan dan minuman di Bekasi yang mengalami kenaikan 24%.

Henky Wibawa, Ketua Indonesian Packaging Federation (IPF) mengatakan menghadapi kenaikan biaya produksi yang tinggi, perusahaan kemasan akan melakukan efisiensi biaya di berbagai sektor. "Tapi jika kenaikan biaya terlalu tinggi, ujung-ujungnya konsumen yang menanggung berupa kenaikan harga produk," kata Henky.

Menurut Hengky, biaya produksi mereka paling tinggi justru ada pada biaya bahan baku karena selama ini masih mengandalkan impor. Selain itu, impor bahan baku plastik kemasan masih dikenai bea masuk yang memberatkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×