Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepemilikan lahan perkebunan kelapa sawit petani mencapai 42% dari total luas lahan sawit di Indonesia. Kondisi ini menjadikan posisi petani sawit di Indonesia menjadi penting.
Maka, dukungan dari pemerintah, utamanya melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS )penting untuk memperkuat kelembagaan petani sawit.
Direktur Penyaluran Dana BPDPKS, Edi Wibowo, mengatakan, program BPDPKS sesuai Perpres 61 Tahun 2015 antara lain mendukung pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi/kemitraan, peremajaan,sarana dan prasarana,pemenuhan kebutuhan pangan, hilirisasi industri perkebunan kelapa sawit, penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati.
Ia berharap dengan keberadaan BPDPKS dapat meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia dan menyerap kelebihan CPO di pasar untuk menstabilisasi harga yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani sawit.
Baca Juga: Pemerintah tengah mengevaluasi aturan moratorium perkebunan kelapa sawit
Edi mengatakan, BPDPKS juga memberikan jaminan pasar bagi Tandan Buah Segar (TBS) sawit pekebun swadaya, akses memperoleh bibit dan pupuk berkualitas.
BPDPKS juga memberikan bimbingan teknis peningkatan produksi TBS, mutu TBS Pekebun swadaya sesuai standar industri kelapa sawit, memberikan bimbingan teknis pola usaha tani/berkebun yang baik (Good Agriculture Practices) dan berkelanjutan, dan terdapat peningkatan nilai tambah produk sawit, untuk peningkatan kesejahteraan pekebun.
Untuk Program Kemitraan untuk pemberdayaan Pekebun dalam penanganan dampak Covid-19, kata Edi, pihaknya telah melakukan seperti produksi Sabun Cair dan Hand Sanitzer mendukung upaya pencegahan Covid-19 di berbagai daerah.
Lantas, produksi virgin oil dan produk turunannya sebagai makanan sehat dan personal care product yang terjangkau oleh masyarakat luas, serta pemanfaatan malam batik berbasis sawit.
"Pembuatan bahan bakar dari biomasa sawit untuk keperluan sendiri dan desa sekitar (Ketahanan energi tingkat pedesaan),dan pengelolaan lahan sawit untuk tanaman tumpang sari dalam rangkamem enuhi kebutuhan pangan sendiri dan desa sekitar (Ketahanan pangan tingkat pedesaan),” kata Edidalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 9, bertajuk “Peran BPDPKS dalam Memperkuat Kemitraan Pekebun Kelapa Sawit Indonesia,” Kamis, 29 Juli 2021, yang diadakan media InfoSAWIT.
Baca Juga: Kampanye hitam berpotensi tekan daya saing sawit dan produk kehutanan Indonesia
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono, sejatinya kemitraan pertama muncul semenjak adanya bantuan Bank Dunia, pada 1970-an dikembangkan P3RSU (UPP) dan selanjutnya dibentuk program Nucleus Estate Smallholder (NES) kemudian berlanjut dengan pengembangan proyek seri Perkebunan Inti Rakyat (PIR) kelapa sawit.