Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih perlu mengakselerasi pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk sektor kelistrikan. Pasalnya, masih banyak tantangan dalam pengembangan listrik EBT, termasuk dalam hal pendanaan untuk proyek energi bersih tersebut.
Direktur Aneka EBT Kementerian ESDM, Harrris, membeberkan progres proyek listrik EBT dari pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) yang telah meneken kontak jual-beli (Power Purchase Agreement/PPA) tahun 2017 hingga 2020. Sepanjang periode tersebut, ada 83 PPA dengan total kapasitas 1.771,41 Megawatt (MW).
Harris merinci, pada tahun 2017 terdapat 70 PPA dengan total kapasitas 1.206,52 MW. Pada tahun 2018, ada 5 PPA (366,9 MW), 7 PPA pada tahun 2019 (52,99 MW) dan baru 1 PPA pada tahun ini yakni Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Cirata sebesar 145 MW.
Baca Juga: Ada insentif dan pengaturan harga, ESDM: Perpres ini penting untuk pengembangan EBT
Dari jumlah tersebut, sudah ada 24 unit pembangkit yang telah beroperasi komersial alias Commercial Operating Date (COD), dengan total kapasitas 437,54 MW. "Yang sudah COD hingga Semester I-2020 itu ada 24 pembangkit, meliputi yang PPA 2017 itu 21 pembangkit, 2018 dua pembangkit, PPA 2019 satu pembangkit," ujarnya sat menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers virtual yang digelar Selasa (28/7).
Lebih lanjut, Harris menerangkan bahwa ada 28 pembangkit yang sudah masuk ke tahap konstruksi. "Total kapasitas proyek dalam tahap konstruksi yaitu 799,71 MW," sambungnya.
Rincinya, pembangkit yang berasal dari PPA 2017 sebanyak 22 pembangkit IPP (434,11 MW), tiga pembangkit IPP dari PPA 2018 (364,9 MW), dan tiga pembangkit IPP dari PPA 2019 (0,7 MW).
Sementara itu, masih ada 24 proyek pembangkit EBT yang masih belum mendapatkan kepastian pendaan alias Financial Closing (FC). Harris menyebutnya masih persiapan FC, sebab menurutnya, ada beberapa kriteria dari proyek tersebut.
Kata dia, tidak semua proyek yang belum mencapai FC tersebut kesulitan mendapatkan pendanaan. Beberapa diantaranya sudah ada yang mendapatkan calon pendanaan namun masih harus memenuhi sejumlah persyaratan. "Persiapan FC itu ada yang sudah mendapatkan bank yang akan memberi pinjaman, namun syarat FC belum lengkap," ungkap Harris.
Kriteria lainnya dari persiapan FC ini adalah proyek yang masih mencari pendanaan, PPA sudah berlaku efektif namun masih proses FC, dan yang dalam proses menyiapkan jaminan pelaksanaan dan jaminan penawaran (PPA belum berlaku efektif).
Baca Juga: Gencar garap EBT, berikut progres proyek listrik Medco Power
Total kapasitas dari 24 proyek pembangkit yang belum FC tersebut adalah 510,65 MW. Rincinya, 20 pembangkit IPP dari PPA 2017 (314,16 MW), tiga proyek pembangkit dari PPA 2019 (51 MW) dan satu proyek dari PPA 2020 (145 MW). Sementara itu, ada delapan proyek pembangkit IPP yang sudah diputus kontrak alias terminasi, yakni yang berasal dari PPA 2017 berkapasitas total 23,5 MW.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal EBT dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Sutijastoto mengakui, pengembangan listrik EBT masih belum optimal. Berkaca dari realisasi tiga sampai empat tahun terakhir, setrum dari energi hijau hanya tumbuh sekitar 500 Megawatt (MW) per tahun.
Realisasi tersebut masih mini. Hingga saat ini realisasi listrik EBT baru sebesar 10,4 Gigawatt (GW) atau hanya 2,4% dari total potensi EBT di Indonesia yang ditaksir mencapai 442 GW.
Di sisi lain, ada target bauran EBT yang harus dikejar sebesar 23% pada tahun 2025. Hingga saat ini, total bauran EBT baru mencapai 9,15%. Khusus di sektor kelistrikan, hingga Mei 2020 baru sekitar 14,21% porsi EBT dari produksi listrik nasional.
Dalam perhitungannya, masih ada selisih (gap) sebesar 4.000 MW antara target dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) dengan target bauran energi pada tahun 2025. "Sehingga ini gap-nya signifikan, dan ini lah perlu ada upaya percepatan. Ini lah tantangan kita, harus mempunyai extra ordinary effort untuk mencapai ke sana," jelas Sutijastoto.
Untuk mengatasi gas tersebut, pemerintah mengandalkan program green booster PLN, yaitu proyek kelistrikan EBT PLN yang diproyeksikan bisa mencapai 5.200,7 MW. Selain itu, Pemerintah tengah membahas rancangan peraturan presiden (perpres) tentang pembelian tenaga listrik EBT yang diklaim bakal memberikan skema harga dan insentif, sehingga pengembangan listrik EBT bisa lebih menarik.
Baca Juga: Ada skema cost reimbursment di rancangan perpres EBT
Bersamaan dengan itu, pemerintah juga menyusun tiga program quick win. Pertama, PLTS Skala masif. Terdiri dari PLTS yang akan diadakan di Sumatera Selatan sebesar 200 MW, PLTS terapung di berbagai waduk sebesar 857 MW, dan PLTS di lahan bekas tambang dengan potensi mencapai 2.300 MW.
Kedua, PLTA/PLTMH. Terdiri dari PLTA/PLTMH waduk sebesar 302 MW dan PLTA skala besar yang terintegrasi dengan industri, yang rencananya akan dibangun di Sumatera Utara, Kalimantan Utara dan Papua.
Ketiga, pengembangan biomasa secara masif. Yakni PLTBm sebagai substitusi dari PLTD, PLTBm hybrid di daerah 3T, dan co-firing biomasa pada PLTU. "Kita menyiapkan roadmap pengembangan EBT. Kita juga mengupayakan, fasilitasi akses terhadap pendanaan murah, ini terus kita upayakan" ujar Sutijastoto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News