Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
Selain untuk kebutuhan operasional, PLTA bikinan INCO juga mampu mendistribusikan energi sebesar 10,7 MW untuk kebutuhan energi bagi masyarakat Luwu Timur. Proses distribusi ini juga dikoordinasikan melalui PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Baca Juga: MIND ID: Negosiasi divestasi PT Vale masih berlangsung
Bayu melanjutkan, pasokan listrik dari PLTA membuat INCO mampu menekan biaya produksi nikel dalam matte menjadi di bawah US$ 7.000 per ton.
Sebelumnya, ketika perusahaan masih mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap, biaya produksi nikel dalam matte yang ditanggung dapat mencapai US$ 10.000.
“Keberadaan PLTA menjadi kunci keberhasilan kami dalam mempertahankan keberlanjutan bisnis perusahaan, terutama sepanjang periode harga nikel dunia terkoreksi,” terangnya.
Pemanfaatan EBT yang dilakukan oleh INCO tak hanya berupa PLTA. Emiten ini juga telah menggunakan bahan bakar disel yang dicampur dengan bahan bakar nabati (BBN) berupa Fatty Acid Methyl Ester (FAME) sebesar 15%.
Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) gugat pemerintah ke PTUN
INCO telah menggunakan BBN sejak tahun 2016 silam pada kendaraan ringan operasional perusahaan. Bahkan, sepanjang tahun 2018 lalu total volume pemakaian BBN oleh INCO mencapai 79,1 juta liter.
“Secara bertahap, perusahaan berupaya meningkatkan lagi konsentrasi BBN dalam biodisel hingga 20%,” tukas Bayu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News