Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ancaman penyebaran virus corona masih mengintai keberlangsungan kegiatan bisnis di beberapa industri. Meski begitu, virus yang menyerupai SARS ini agaknya bisa menghadirkan peluang bagi pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, pemangku kepentingan sebaiknya memanfaatkan momentum wabah virus corona untuk menggenjot kinerja industri TPT dalam negeri.
Baca Juga: Virus corona menekan harga minyak, Medco Energi (MEDC) jaga biaya produksi
Ia tidak memungkiri bahwa virus corona yang mewabah memang berpotensi mengganggu arus ekspor TPT ke China. Dalam hal ini, benang hasil produksi dalam negeri yang selama ini mendominasi ekspor tekstil ke China bisa terhambat.
Namun demikian, pada saat yang bersamaan, virus corona yang mewabah juga dinilai berpotensi menekan importasi kain murah dari China yang selama ini menekan kinerja industri TPT nasional.
Hal ini pada gilirannya akan mengerek permintaan dari produsen produk tekstil di sektor hilir sehingga akan meningkatkan serapan produk-produk seperti misalnya polyester filament, polyester fiber, nylon filament, dan viscose fiber di sektor hulu.
Dalam hal ini, Redma meyakini kapasitas produksi produsen tekstil dalam negeri mampu mengisi ceruk yang ditinggalkan oleh produk-produk impor kain murah dari China.
Baca Juga: Wabah corona masih menyerang China, industri cari celah untuk substitusi barang impor
“Sebetulnya kita mampu mensubstitusi sekitar 60%, tapi dengan kejadian ini minimal 30% bisa kita substitusi,” jelas Redma, Senin (10/2).
Di sisi lain, wabah virus corona juga berpotensi mengerek permintaan produk-produk pakaian jadi dalam negeri.
Dihubungi terpisah, Corporate Communication PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), Joy Citradewi mengatakan bahwa beberapa pembeli produk pakaian (buyers) dari luar negeri mulai gencar mencari pemasok pakaian jadi alternatif menyusul mewabahnya virus corona.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terhambatnya pasokan pakaian jadi dari mitra pemasok eksisting akibat rantai pasokan bahan baku yang terganggu.
“Mereka mulai mencari alternative factories yang bisa produksi, mereka khawatir kasus corona di China berkepanjangan,” kata Joy Citradewi kepada Kontan.co.id.
Seiring dengan hal ini, penjualan bisa ikut terkerek. Meski begitu, kenaikannya diduga tidak akan terlalu signifikan mengingat tingkat keterpakaian kapasitas produksi perseroan yang sudah mendekati maksimal. “Untuk garmen utilisasinya sudah 98%,” ujar Joy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News