kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wacana insentif bagi industri kayu jadi angin segar bagi SLJ Global (SULI)


Senin, 06 Januari 2020 / 18:49 WIB
Wacana insentif bagi industri kayu jadi angin segar bagi SLJ Global (SULI)
ILUSTRASI. PT Sumalindo Lestari Jaya. Perseroan berusaha di bidang kehutanan, perindustrian dan bidang pertambangan.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen kayu olahan PT SLJ Global Tbk (SULI) memproyeksikan beberapa upaya pemerintah dalam memuluskan industri kayu lewat insentif  kebijakan fiskal dan harga jual kayu yang stabil di 2020 bisa memberikan kontribusi positif pada perusahaan.  

Wakil Presiden Direktur SULI David mengatakan, perusahaan memproyeksi tahun ini akan lebih baik ketimbang 2019 lalu. 

"Sebelumnya di sepanjang 2019 rata-rata harga jual kayu turun sampai dengan 30% atau menjadi US$ 500 sampai US$ 525 per meter kubik. Beberapa bulan belakangan harganya belum turun lagi dan perusahaan sudah melakukan penyesuaian," jelas dia kepada Kontan.co.id, Senin (6/1). 

Baca Juga: Permintaan Kayu Lapis Lesu, Efisiensi Menjadi Kebutuhan PT SLJ Global Tbk (SULI)

David memperkirakan sepanjang 2020, industri kayu bisa tumbuh positif sebab modal perusahaan sudah terkuras habis akibat kerugian di 2019. Meski ini masih harapan, David menjadikannya sebagai pelecut semangat untuk menjadi lebih baik lagi.

Menurutnya, kalau tidak lebih baik terus terang perusahaan agak kewalahan mengatasi kerugian bersih yang dicatatkan di setiap kuartalnya sepanjang 2019. 

Perusahaan juga masih menghitung berapa belanja modal atau capital expenditure yang akan dianggarkan di tahun ini. Mengingat, belanja modal seharusnya diambil dari laba perusahaan.

ULBaca Juga: Ekspor kayu olahan Indonesia sepanjang tahun 2019 turun 4%

Adapun capex di 2019 diambil dari keuntungan di 2018 yang sudah dipakai untuk membantu working capital. Sedangkan di 2019 ini perusahaan masih membukukan rugi sehingga masih berupaya untuk mengatasi cashflow yang minus terlebih dahulu. 

David menyambut baik adanya langkah pemerintah untuk mendorong ekspor hasil hutan lewat insentif kebijakan fiskal jangka pendek yakni revisi PP nomor 12 Tahun 2014 mengenai percepatan restitusi PPN 10% untuk ekspor. 

Terlebih restitusi PPN 10% cukup berdampak pada arus kas perusahaan. Permasalahan yang terjadi saat ini adanya keterlambatan sebagian restitusi PPN ke SULi sehingga mempengaruhi cashflow perusahaan. 

Merespon hal lainnya yakni data dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yang merilis total nilai ekspor kayu olahan Indonesia tahun 2019 sebesar US$ 11,64 miliar atau turun 4% ketimbang nilai ekspor tahun sebelumnya, David menyatakan hal ini tidak bisa dibandingkan dengan kinerja perusahaan karena tidak apple to apple. 

David bilang, data  kayu olahan APHI mengkonsolidasikan penjualan ekspor produk kayu olahan lainnya, seperti pulp, paper, woodworking, veneer, chipwood, kerajinan, dan sebagainya. Sedangkan perusahaan lebih banyak ekspor produk plywood. 

Baca Juga: Ekspor kayu olahan Indonesia sepanjang tahun 2019 turun 4%

Meski demikian, penurunan olahan kayu ekspor disebabkan perang dagang Amerika Serikat dan China. Hal tersebut juga dirasakan SLJ Global lantaran rata-rata harga jual kayu yang turun. Tercatat pendapatan usaha ekspor tertekan hingga 29,6% yoy menjadi US$ 45,88 juta. Padahal di periode yang sama tahun sebelumnya, SULI mencatatkan penjualan ekspor sebesar US$ 64,45 juta.  

"Masalah harga memang turun signifikan dibanding tahun lalu. Sedangkan volume produksi tidak banyak berubah kami masih jaga walaupun turun tidak banyak," kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×