kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Waduh, biaya transportasi warga melejit


Rabu, 03 Desember 2014 / 15:07 WIB
Waduh, biaya transportasi warga melejit
ILUSTRASI. Armada truk PT Putra Rajawali Kencana Tbk (Pura Trans). Putra Rajawali Kencana (PURA) Kejar Kenaikan Pendapatan pada Tahun Ini.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi berdampak langsung pada biaya transportasi warga Ibu Kota. Meski demikian, meningkatnya biaya transportasi tak serta-merta membuat pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum. Kenyamanan, kecepatan, dan mobilitas tinggi masih menjadi alasan warga tetap menggunakan kendaraan pribadi.

Kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter langsung membuat tarif angkutan umum naik. Pengguna angkutan umum ataupun pemakai kendaraan pribadi juga langsung merasakan kenaikan biaya transportasi yang mereka keluarkan setiap hari.

Hasil survei jajak pendapat Litbang Kompas menyebutkan, rata-rata kenaikan biaya transportasi yang dirasakan warga DKI Jakarta mencapai 47 persen dibanding sebelumnya. Sebelum harga bensin naik, ongkos transportasi yang dikeluarkan responden sekitar Rp 45.000 per hari. Setelah harga naik, biaya transportasi naik menjadi Rp 66.000 per hari.

Kenaikan biaya transportasi ini tidak dirasakan pengguna kendaraan pribadi yang sebelumnya sudah menggunakan BBM nonsubsidi. Harga BBM nonsubsidi naik turun mengikuti pergerakan harga minyak mentah dunia.

Tidak beralih

Jajak pendapat ini menunjukkan, kenaikan biaya transportasi tersebut belum mampu mendorong pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum. Sembilan dari sepuluh responden menyatakan tetap menggunakan kendaraan pribadi setelah harga BBM naik.

Kecepatan, tingginya mobilitas yang harus dilakukan, dan faktor kenyamanan menjadi alasan warga tetap menggunakan kendaraan pribadi. Seperti cerita Kurniawan (38). Meski harus mengeluarkan ongkos transportasi sekitar Rp 50.000 untuk membeli bensin setiap hari, Kurniawan tidak mau meninggalkan sepeda motornya.

”Lebih cepat, mobilitas ke mana-mana lebih gampang, nyaman juga,” ungkapnya.

Namun, bagi 2,3 persen responden yang biasa menggunakan ojek, kenaikan harga bensin membuat mereka memutuskan beralih ke angkutan umum.

Setelah pengumuman kenaikan harga BBM bersubsidi, ongkos ojek naik sekitar Rp 5.000 untuk sekali perjalanan. Marsim (49) bercerita, tak ada tukang ojek yang mau dibayar dengan tarif lama. Marsim pun memutuskan beralih transportasi umum.

Di sisi lain, kenaikan harga bensin ini membuat pengguna kendaraan umum semakin setia pada moda andalannya. Sebanyak 93 persen dari total pengguna angkutan umum memilih tetap menggunakan angkutan umum meski ongkosnya naik. Bagi mereka, pilihan tersebut sudah paling murah meski harus berganti moda umum beberapa kali untuk menuju tempat aktivitas.

Putra (18) tetap menggunakan angkutan umum untuk menuju tempat kuliah meski harus empat kali berganti angkutan umum. Sekali naik angkutan umum, ongkosnya Rp 4.000. Artinya, dalam sehari Putra mengeluarkan biaya transportasi minimal Rp 32.000.

Revitalisasi angkutan umum dan perbaikan layanan di Ibu Kota mendesak dilakukan. Kualitas layanan angkutan umum yang baik akan lebih optimal mendorong pengguna kendaraan pribadi berpindah ke angkutan umum. Apalagi jika biaya angkutan umum semakin murah dibandingkan dengan naik kendaraan pribadi.

Niat Kementerian Perhubungan memberikan insentif dan kemudahan perbankan untuk peremajaan angkutan umum kepada operator angkutan umum patut diapresiasi. Insentif ini bisa mempercepat peningkatan kualitas layanan transportasi umum. (Litbang Kompas/Susanti Agustina S)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×