kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.894   36,00   0,23%
  • IDX 7.203   61,60   0,86%
  • KOMPAS100 1.107   11,66   1,06%
  • LQ45 878   12,21   1,41%
  • ISSI 221   1,09   0,50%
  • IDX30 449   6,54   1,48%
  • IDXHIDIV20 540   5,97   1,12%
  • IDX80 127   1,46   1,16%
  • IDXV30 135   0,73   0,55%
  • IDXQ30 149   1,79   1,22%

Wajib Setor 30% Devisa Hasil Ekspor (DHE), Ini Komentar Para Pelaku Usaha


Jumat, 28 Juli 2023 / 07:00 WIB
Wajib Setor 30% Devisa Hasil Ekspor (DHE), Ini Komentar Para Pelaku Usaha


Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah secara resmi menerapkan kebijakan kewajiban penempatan 30% Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) selama tiga bulan.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA).

Direktur PT ABM Investama Tbk (ABMM) Adrian Erlangga mengungkapkan, kebijakan penempatan DHE SDA ini memang akan menambah beban pelalu usaha.

"Karena cashflow akan terganggu. Selain DHE ini, kami juga sudah membayar royalti di muka, yang nilainya juga sangat besar," ungkap Adrian kepada Kontan.co.id, Kamis (27/7).

Adrian melanjutkan, pihaknya berharap dengan tren penurunan harga batubara yang tajam maka kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi arus kas dapat dipertimbangkan kembali.

Menurutnya, penurunan harga komoditas mempengaruhi besaran margin yang diperoleh perusahaan.

"Contohnya, penentuan HBA yang sesuai dengan market price akan meringankan beban royalti dan cashflow kami," terang Adrian.

Baca Juga: Soal Wajib Setor 30% Devisa Hasil Ekspor, Begini Tanggapan Pelaku Usaha

Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengungkapkan, pihaknya masih perlu mempelejari lebih detail soal beleid tersebut.

"BUMI selalu mengikuti ketentuan yang berlaku," tegas Dileep saat dihubungi Kontan, Rabu (26/7).

Sementara itu, Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) Febriati Nadira menjelaskan, kehadiran regulasi yang baru diharapkan merupakan keputusan yang terbaik untuk mendukung ikilm investasi di sektor pertambangan.

"Agar sektor ini dapat terus berkontribusi bagi penerimaan negara dan kemajuan Indonesia serta menjaga ketahanan energi nasional," terang Febriati kepada Kontan, Rabu (26/7).

Febriati melanjutkan, demi menjaga dampak kebijakan baru pada kelangsungan bisnis, pihaknya senantiasa memaksimalkan upaya untuk fokus terhadap keunggulan operasional bisnis inti, meningkatkan efisiensi serta eksekusi strategi demi kelangsungan bisnis.

Selain itu, Adaro juga akan terus mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasional sesuai rencana di tambang-tambang milik perusahaan.

"Dengan fokus mempertahankan marjin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan, sekaligus fokus untuk memenuhi permintaan pelanggan yang telah memiliki kontrak jangka panjang," imbuh Febriati.

Sebelumnya, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai kebijakan penempatan 30% Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) berpotensi membebani pelaku usaha.

Baca Juga: Aturan Turunan DHE SDA Terbit, Eksportir Nakal Bisa Kena Penangguhan Pelayanan Ekspor

Ketua Umum APBI Pandu Sjahrir mengungkapkan, dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA) menimbulkan kewajiban baru yang menambah beban eksportir.

"Aturan tersebut tentu akan menyulitkan eksportir dalam mengelola arus kas (cash flow), terlebih margin yang didapatkan oleh para eksportir tidak mencapai 30% maka dengan demikian modal kerja yang sudah dikeluarkan eksportir pun akan tertahan di tengah tren penurunan harga serta semakin meningkatnya beban biaya operasional," kata Pandu dalam siaran pers, Selasa (25/7).

Pandu melanjutkan, sejak semester 2 tahun 2022 tren harga batubara mengalami penurunan yang tajam sementara di sisi lain biaya operasional semakin meningkat.

Biaya operasional penambang batubara di tahun 2023 diperkirakan meningkat rata-rata 20-25% akibat kenaikan biaya bahan bakar, stripping ratio yang semakin besar sehingga biaya penambangan semakin tinggi, pengaruh inflasi dll.

Selain itu, kenaikan beban biaya penambang juga semakin berat dengan telah dinaikkannya tarif royalti. Tarif royalti pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) naik dari rentang tarif 3% hingga 7% menjadi 5% hingga 13% yang diatur dalam PP No. 26 Tahun 2022 yang berlaku Agustus 2022 yang lalu.

Baca Juga: APBI: Kebijakan Penempatan 30% Devisa Hasil Ekspor Bakal Bebankan Eksportir

Sementara bagi pemegang IUPK-Kelanjutan Operasi Produksi (eks- PKP2B), tarif royalti tertinggi mencapai 28% yang diatur dalam PP No. 15 Tahun 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×