Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Wijaya Karya Bitumen (Wika Bitumen) pada tahun ini mulai menjajaki kerja sama dengan PT Pertamina dalam pembuatan produk aspal buton (asbuton) hibrida. Hingga saat ini, proses tersebut masih dalam pembahasan dan ditargetkan akan selesai dalam waktu dekat.
"Tahun ini Pertamina berminat menjalin kerja sama dengan kami," ungkap Arifin Fahmi, Direktur Utama Wika Bitumen saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (29/1). Dia menjelaskan, kerja sama tersebut nantinya dalam bentuk pengembangan produk asbuton hibrida.
Menurut Arifin, sebelumnya, kedua belah pihak sudah melakukan penandatangan nota kesepahaman namun tidak berlanjut lantaran produk asbuton murni milik Wika Bitumen ingin dicampur dengan aspal minyak Pertamina. Sementara Pertamina, melalui program Refinery Development Master Plan (RDMP) memiliki kemungkinan untuk tidak memproduksi aspal minyak lagi, melainkan di ubah menjadi produk minyak yang memiliki nilai tambah.
Sebagai gambaran, produk asbuton hibrida itu merupakan perpaduan antara aspal buton dengan decant oil milik PT Pertamina. Arifin bilang, kerja sama tersebut juga akan melibatkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan (Pusjatan) yang berada di bawah Kementerian PUPR untuk keperluan riset.
Pertemuan ketiga pihak ini berlangsung di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara pada Rabu (17/1) lalu. Adapun sample untuk keperluan riset diambil dari mini plant Wika Bitumen yang dibangun di Kabungka, Sulawesi Tenggara dengan memiliki kapasitas produksi sekitar 50.000 ton per tahun.
Selain aspal buton hibrida, Wika Bitumen pun menjalin kerja sama untuk pengembangan produk aspal cair. Rencananya, cairan hasil ekstraksi aspal milik Wika Bitumen akan digunakan untuk proyek-proyek kilang Pertamina.
Kendati begitu, Arifin belum bisa menyebut berapa nilai investasi yang disiapkan oleh kedua perusahaan karena masih dalam tahap riset. Sebagai gambaran, Arifin menjelaskan, jika kapasitas produksi yang dibutuhkan mencapai 330.000 ton per tahun, nilai belanja modal yang diperlukan berkisar US$ 25 juta-US$ 30 juta. Arifin menyebut, 70% investasi berasal dari Pertamina, sementara sisanya dipegang oleh Wika Bitumen.
Tahun ini, Wika Bitumen memang berencana untuk fokus mengembangkan aspal ekstraksi. Perseroan ini akan membangun pabrik untuk aspal ekstraksi dengan kapasitas produksi yang masih terbilang kecil, yakni 2.000 ton per tahun.
Jumlah itu sebetulnya tidak sebanding dengan kebutuhan aspal di Indonesia yang mencapai 1,5 juta ton per tahun. Sementara Pertamina sebagai produsen aspal pun hanya mampu memproduksi sekitar 350.000 ton per tahun. Kendati begitu, secara bertahap Wika Bitumen bakal kembali membangun pabrik ekstraksi dengan kapasitas 60.000 ton per tahun pada tahun 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News