kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45917,64   -17,87   -1.91%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KKKS ragu gross split menguntungkan


Selasa, 09 Mei 2017 / 10:39 WIB
KKKS ragu gross split menguntungkan


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Selama ini muncul kekhawatiran, penerapan bagi hasil pola gross split menyebabkan investasi hulu migas menjadi kurang menarik. Tentu saja pemerintah membantah mentah-mentah. "Belum ada yang bilang ke saya tidak ekonomis," tegas Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar, kemarin.

Menurutnya, pemerintah menetapkan skema gross split setelah melakukan kalibrasi di 10 lapangan besar. Di antaranya Rokan, ONWJ, Tangguh, Cepu, Deepwater West Seno dan Natuna.

Dengan memakai gross split, durasi dari tahapan eksplorasi sampai minyak pertama memangkas waktu hingga 20 bulan. BP Indonesia misalnya, membutuhkan waktu 105 bulan untuk mencapai first oil.

Sementara itu, Blok Cepu jika menggunakan gross split bisa dikurangi selama 30 bulan. "Rata-rata bisa save 2-3 tahun," ujar Arcandra.

Tapi kenyataannya, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) masih meragukan penerapan gross split bisa membuat perusahaan migas untung. Bahkan blok migas dengan investasi tinggi tidak cocok memakai gross split. Perdebatan kebijakan gross split tersebut masih terus berlangsung. Padahal Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split sudah terbit Januari lalu.

Sebelumnya, konsultan dan lembaga riset di bidang energi, logam, dan tambang Wood Mackenzie menerbitkan analisis pada Maret 2017 lalu, skema bagi hasil gross split justru berdampak negatif bagi keekonomian proyek hulu migas, dibandingkan dengan skema cost recovery.

Direktur Operasi PT Medco Energi Internasional Tbk Ronald Gunawan mengaku, pihaknya telah mengkaji perhitungan keekonomian di empat kontrak bagi hasil yang terdiri dari dua blok minyak dan dua blok gas. Dari kajian tersebut, menurut Ronald, kontrak blok minyak dengan tingkat investasi tidak terlalu tinggi masih cukup ekonomis menggunakan gross split.

Tapi, kontrak blok migas dengan profil investasinya tinggi, dari sisi tingkat keekonomian lapangan antara gross split dengan kontrak bagi hasil cost recovery. "Kalau saya melihat dari asumsi itu, gross split tidak lebih menarik dari bagi hasil cost recovery karena time value money," jelas Ronald, saat diskusi gross split di Kantor SKK Migas, City Plaza, Jakarta Selatan, Senin (8/5).

Sementara Arcandra meminta KKKS menghitung ulang dengan memasukkan faktor percepatan waktu yang bisa didapat jika menggunakan skema gross split. Dengan begitu akan ada biaya yang dihemat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×