Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tagline "Rasa Jang Beloem Pernah Ada" terselip pada sebuah poster Minak Djinggo berwarna kuning di sudut kafe Roeang Tamoe Jl Prapanca Raya Jakarta Selatan.
Hari Kamis (2/7) pagi menjelang siang, PT Nojorono Tobacco International, pemilik brand Minak Djinggo - produk rokok legendaris sejak 1932 itu, memperkenalkan produk terbarunya di segmen sigaret kretek tangan (SKT).
Baca Juga: Menyasar milenial, produk baru Minak Djinggo Rempah, harganya Rp 10.000 per bungkus
Namanya tak jauh berbeda dari sang pendahulu, namun ada tambahan kata "Rempah", yakni Minak Djinggo Rempah. Nojorono mengklaim, Minak Djinggo Rempah menjadi sigaret kretek rempah pertama di Indonesia yang memenuhi standardisasi mutu dengan mempertahankan cita rasa khas Nusantara.
Project Manager Minak Jinggo Rempah, Daniel S Halim menyebutkan, Minak Djinggo Rempah diramu istimewa dengan jahe, sereh, kayu secang, kayu manis, bunga lawang dan rempah lainnya.
Menambah kesan Nusantara, ada motif batik pada setiap batang rokok Minak Djinggo Rempah.
Cerita di balik kelahiran Minak Djinggo Rempah ini cukup menarik. Salah satu pemilik yang juga Presiden Direktur PT Nojorono Tobacco International, Stefanus JJ Batihalim, menantang timnya untuk menciptakan sebuah produk yang bernilai tambah di tengah pandemi corona.
Baca Juga: Pasar lesu di paruh pertama, ini ikhtiar Nojorono Tobacco untuk jaga penjualan
Daniel menerima tantangan tersebut. "Kami membuat produk ini cukup singkat, yakni dalam waktu 2,5 bulan di masa pandemi," ungkap dia, yang merupakan generasi keempat dari keluarga pendiri Nojorono Tabacco.
Pria berusia 30 tahun dan mewakili generasi milenial ini bercerita, pimpinan memberikan tenggat waktu singkat. Hal ini lantaran Nojorono berharap produk baru mereka memberikan manfaat dan nilai tambah, baik bagi karyawan maupun konsumen dengan harga jual terjangkau.
"Kami memang berupaya agar tidak ada PHK, makanya kami membuat produk SKT, juga dengan harapan mampu menyerap tenaga kerja," ucap Daniel kepada kontan.co.id.
Meracik Minak Djinggo Rempah dalam tempo singkat, baca di halaman berikutnya >>
Di sisi lain, Nojorono berani meluncurkan Minak Djinggo Rempah dengan harga cukup murah, yakni Rp 10.000 per bungkus isi 10 batang.
Setelah mendapatkan tantangan dan amanat untuk membuat sebuah produk bernilai tambah, Daniel lantas membentuk tim kecil untuk mewujudkan mimpi Nojorono Tobacco.
Daniel memang memiliki ketertarikan meracik rokok sejak berusia 16 tahun. Dia kerap bolak-balik ke fasilitas riset dan pengembangan Nojorono hanya untuk mengamati proses meracik rokok.
Baca Juga: Produsen rokok no 5 terbesar, Nojorono semprot disinfektan pasar-pasar Kudus
Maka tak heran apabila proyek Minak Djinggo Rempah diserahkan kepadanya, yang memang memegang warisan racikan Minak Djinggo dan keturunan langsung keluarga pendiri Nojorono.
Daniel mengakui, tidak mudah meracik dan merancang Minak Djinggo Rempah hingga akhirnya menjadi produk seperti sekarang. Prosesnya rumit, bahkan kerumitan itu dimulai dari pemilihan tembakau. "Saya harus menetapkan satu dari sembilan brand tembakau," ungkap pria lulusan S1 dan S2 University of Portland, Amerika Serikat, tersebut.
Proses selanjutnya yang tak kalah sulit adalah menyatukan ramuan dan cita rasa rempah-rempah ke dalam produk rokok. "Di awal meracik, sampai ada rasa pedas di mulut. Setelah berkali-kali percobaan, akhirnya ketemu juga cita rasa yang pas," tutur Daniel.
Baca Juga: Akademisi dorong adanya regulasi produk tembakau alternatif
Setelah selesai meracik produk, tim Minak Djinggo Rempah harus memikirkan kemasannya. Lantaran produk ini dihasilkan dari barang alami dan tanpa pengawet, maka membutuhkan kemasan yang kuat dan mampu melindungi cita rasa rempah.
Oleh karena itu, Minak Djinggo Rempah dikemas khusus dengan teknik double protection. Perinciannya, kemasan bagian dalam menggunakan sistem shell & slide dengan pembungkus aluminium foil.
Adapun bagian luar dibungkus lagi dengan bungkus BOPP yang bertujuan menjaga product freshness dan dibalut dengan desain bernuansa batik khas Nusantara.
Dalam tempo 2,5 bulan di masa pandemi corona, Daniel bersama timnya berhasil menyelesaikan proyek Minak Djinggo Rempah.
Di tahap awal, Nojorono Tobacco memproduksi Minak Djinggo Rempah sebanyak 1 ton, yang menyasar pasar Jawa Tengah terlebih dahulu, kemudian Jawa Barat dan DKI Jakarta. Tahap selanjutnya menyasar luar Jawa.
Baca Juga: Naiknya tarif cukai pengaruhi omzet industri rokok
Menyasar kaum milenial dan kalangan dewasa muda, harga Minak Djinggo Rempah memang cukup miring, yakni Rp 10.000 per bungkus isi 10 batang. Nojorono mengklaim tidak mengambil margin besar dari produk ini.
Jejak Nojorono yang berdiri sejak 88 tahun silam, baca di halaman berikutnya >>
Berdiri di Pati pada 14 Oktober 1932, Nojorono Tobacco International merupakan perusahaan rokok terbesar kelima di Indonesia, setelah HM Sampoerna, Grup Djarum dan Grup Bentoel.
Perusahaan yang berbasis di Kudus Jawa Tengah ini terkenal sebagai pemilik merek dagang Minak Djinggo dan Clas Mild.
Baca Juga: Industri tertekan, GAPPRI harap pemerintah tak buat kebijakan yang hambat recovery
Berbeda dengan perusahaan lain yang umumnya dikuasai satu keluarga secara turun-temurun, Nojorono Tobacco dikendalikan secara kolektif oleh lima keluarga sekaligus.
Awalnya adalah Tjoa Kang Hay, yang pernah bekerja untuk Nitisemito, mengajak saudaranya, Tan Tjiep Siang dan Tan Kong Ping untuk mendirikan Trio. Setelah itu Kang Hay mencari pasangan baru di Kudus, yakni Ko Djee Siong dan Tan Djing Thay, untuk mendirikan Nojorono.
Didukung 12.000 karyawan, Nojorono Tobacco mencatatkan volume produksi tahunan berkisar 9 miliar - 10 miliar batang rokok.
Memasuki usia 88 tahun, Nojorono Tobacco merilis produk baru Minak Djinggo Rempah di tengah pandemi corona.
Di balik setiap batang rokok Minak Djinggo Rempah, Nojorono - sebagaimana tagline mereka, ingin menawarkan "Rasa Jang Beloem Pernah Ada."
Baca Juga: Bea Cukai amankan 4,47 juta batang rokok ilegal dalam dua penindakan beruntun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News