Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Golkar Bambang Patijaya menduga adanya penyelundupan produk mineral ikutan nikel melalui ekspor Nickel Pig Iron (NPI).
Ia mengingatkan, nikel sebagai mineral kritis, cadangannya kurang lebih hanya sampai 10 tahun-13 tahun lagi dengan asumsi produksi saat ini. Apalagi jika 17 smelter NPI selesai konstruksi, maka cadangan nikel di Tanah Air hanya bertahan kurang dari 10 tahun.
“Kita melihat bahwa nikel ini produksi turunannya apa, Nickel Pig Iron kandungannya nikelnya hanya 10% hingga 12%, ini mohon maaf pak saya tidak setuju. Seharusnya Dirjen ILMATE Kemenperin tidak memperbolehkan lagi produksi NPI dari Indonesia, bagi saya itu penyelundupan gaya baru,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI bersama Kementerian ESDM dan Kemenperin, Kamis (8/6).
Sebelum ekspor bijih nikel dihentikan, ore (bijih) yang diproduksi hanya mengandung 1,7% hingga 2% nikel. Sisanya, 98% mengandung mineral lain yang tidak terbayar royaltinya. Lantas saat ini ada NPI dengan kandungan nikel 10%-12% sisanya atau 90%-88% merupakan mineral lain.
Baca Juga: Kebutuhan Nikel untuk Baterai Kendaraan Listrik Capai 59.000 Ton
Menurut Bambang, seharusnya hilirisasi nikel mencontoh timah karena 20 tahun lalu smelter timah sudah berdiri di Indonesia. Pada saat itu produk timah di Bangka Belitung minimal mengandung 96% dan hari ini produk tersebut sudah mengandung 99,99% timah.
“Kalau bapak ibu sekalian hanya ingin NPI berarti bapak hanya ingin meloloskan barang ini keluar dari Indonesia tidak melakukan hilirisasi lanjutan,” tegasnya.
Secara umum, Bambang tetap mengapresiasi pengusaha yang sudah terlanjur berinvestasi untuk didorong meningkatkan kualitas dengan menambah teknologi, meningkatkan kadar mineral nikel.
Baca Juga: BPKP akan Audit 2 Surveyor Independen Smelter Nikel yang Diduga Tak Netral
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News