Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta agar pemerintah bisa mengendalikan produksi batubara nasional. APBI menilai, hal ini perlu dilakukan untuk memitigasi dampak kelebihan pasokan (oversupply) di pasar batubara global.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia menyampaikan, meski di tengah kondisi covid-19, kegiatan operasional atau produksi batubara masih terbilang normal. Dengan begitu, supply batubara masih mengalir deras.
Baca Juga: Gawat, produsen tambang batubara berencana memotong produksi hingga 20%
Namun di sisi yang lain, permintaan (demand) terus melanjutkan tren penurunan. Akibatnya, terjadi oversupply di pasar global maupun domestik, yang berakibat harga batubara terus tertekan. "Bisa dibayangkan, produksi normal supply kuat tapi demand berkurang. Harga batubara memasuki fase yang terendah," kata Hendra dalam webinar yang digelar Selasa (30/6).
Dalam paparannya, Hendra memberikan gambaran, harga rerata batubara pada Juni 2020 sebesar US$ 52,98 per ton. Padahal pada Juni tahun lalu berada di angka US$ 81,48 per ton dan US$ 96,61 per ton pada Juni 2018.
Menurut Hendra, kondisi pasar dan harga batubara saat ini sangat menekan kinerja perusahaan batubara. Bahkan, katanya, sebagian perusahaan sudah menjual batubara dengan harga di bawah ongkos produksi. "Dengan tren (penurunan harga) yang berkelanjutan akan sangat sulit, khususnya bagi perusahaan berskala kecil. Perusahaan besar jelas merasakan dampaknya," kata Hendra.
Untuk bisa bertahan, sambungnya, perusahaan berharap agar harga batubara bisa membaik. Kata Hendra, harga batubara memang tidak bisa dikendalikan lantaran bergantung pada supply dan demand.
Baca Juga: Begini kinerja operasional United Tractors (UNTR) periode Mei 2020